BAB VII
ANEKA RAGAM KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
1. KONSEP SUKU BANGSA
Suku bangsa .
Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat , baik suatu komunitas desa ,
kota , kelompok kekerabatan , atau lainnya memiliki suatu corak yang khas ,
yang terutama tampak dari orang yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri .
Warga kebudayaan itu sendiri biasanya tidak menyadari dan melihat corak khas
tersebut . Sebaliknya , mereka dapat melihat corak khas itu mengenai
unsur-unsur yang perbedaannya sangat mencolok dibandingkan dengan kebudayaannya
sendiri .
Suatu
kebudayaan dapat memiliki suatu corak yang khas karena berbagai sebab , yaitu
antara lain karena adanya suatu unsur kecil (dalam bentuk unsur kebudayaan
fisik) yang khas dalam kebudayaan tersebut , atau karena kebudayaan itu
memiliki pranata-pranata dengan suatu pola sosial khusus , atau mungkin juga
karena warga kebudayaan menganut suatu tema budaya yang khusus . Sebaliknya ,
corak khas mungkin pula disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih
besar , sehingga tampak berbeda dari kebudayaan –kebudayaan lain .
Kebudayaan
sunda merupakan suatu kesatuan yang berbeda dari kebudayaan Jawa , Banten ,
Bali , dan lainnya , karena orang Sunda sendiri menyadari bahwa di antara warga
Sunda ada keseragaman dalam kebudayaan yang memiliki kepribadian dan jati diri
yang berbeda dengan kebudayaan lain itu . Terutama adanya bahasa Sunda yang
berbeda dengan bahasa Jawa , atau Bali , makin menyadarkan orang sunda akan
kepribadian khusus tadi .
Pokok
perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan
corak khas seperti itu , yang disebut dengan istilah “ suku bangsa” (dalam
bahasa Inggris disebut ethnic group, yang kalau diterjemahkan secara harfiah
menjadi “kelompok etnik”). Sebaiknya kita menggunakan istilah “suku bangsa”
saja, karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan kelompok , melainkan
golongan . Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu
golongan manusia yang terkait oleh kesadaran dan jati diri mereka akan kesatuan
kebudayaan tidak ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli
antropologi , ahli kebudayaan dan
sebagainya , yang menggunakan metode-metode analisah ilmiah), melaikan oleh
warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri . Kecuali itu , hendaknya
dihindari penggunaan istilah “suku” saja , karena “suku” dapat memiliki makna
yang berbeda-beda , seperti misalnya dalam bahasa Minangkabau atau dalam ilmu
hukum ada Indonesia .
Dalam
kenyataan , konsep “suku bangsa” lebih kompleks dari pada apa yang diuraikan di
atas , karena batas dari kesatuan manusia yang merasa dirinya terkait oleh
keseragaman kebudayaan itu dapat meluas dan menyempit , sesuai dengan keadaan .
Penduduk pulau Flores , misalnya terdiri dari berbagai suku bangsa , yaitu
orang Manggarai , Ngada , Sikka , Riung , Nage-Keo , Ende dan Larantuka .
Kepribadian khas mereka masing-masing di kuatkan oleh bahasa yang berbeda dan
tidak dipahami oleh orang lain . Walaupun demikian , apabila warga-warga Flores
yang berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda itu berada di ibu kota
Jakarta , misalnya di mana mereka harus menghadapi golongan-golongan atau
kelompok-kelompok suku bangsa lain bukan-flores , mereka semua akan merasa diri
mereka sebagai putra-putra Flores , dan tidak sebagai orang Sikka , orang Ngada
, orang Larantuka , dan sebagainya . Hal yang sama berlaku pada penduduk Irian
Jaya yang terdiri dari ratusan suku bangsa . Walaupun bagi suatu analisa
antropologi sebaiknya kita menggunakan konsep suku bangsa , dalam penggolongan
politik atau administratif di tingkat nasional tentu lebih praktis untuk tidak
menggunakan penggolongan berdasarkan suku bangsa itu .
Deskripsi
mengenai kebudayaan dari suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari suatu
karangan etnografi . Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali , yang
terdiri dari berpuluh juta penduduk misalnya suku bangsa Sunda , maka seorang
penulis antropologi tentu tak mungkin mencakup seluruh suku bangsa itu dalam
deskripsinya . Karena itu biasanya hanya sebagian dari kebudayaan suku bangsa
itu yang dapat dilukiskan olehnya .
Etnografi yang
ditulisnya misalnya hanya akan dibatasi oleh kebudayaan sunda dalam suatu (atau
beberapa) desa tertentu , kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda
tertentu , kebudayaan sunda dalam suatu kabupaten tertentu , kebudayaan Sunda
di pegunungan , kebudayaan Sunda di daerah pantai , kebudayaan Sunda dalam
lapisan sosial tertentu , dan sebagainya .
Aneka Ragam
kebudayaan suku bangsa . Selain mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam
kesatuan masyarakat suku bangsa , seorang ahli antropologi juga menghadapi
masalah mengenai perbedaan asas dan kerumitan dari unsur kebudayaan yang
menjadi pokok penelitian atau deskripsi etnografinya . Karena itu sebaiknya
kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di seluruh dunia dibedakan berdasarkan
mata pencaharian dan sistem ekonominya , yaitu (1) Masyarakat pemburu dan
peramu , (2) Masyarakat peternak ,(3) masyarakat peladang , (4) masyarakat
nelayan , (5) masyarakat petani pedesaan , dan (6) masyarakat perkotaan
kompleks .
Kebudayaan
suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu sejak paroh kedua abad ke-20
sudah hampir tidak ada lagi . Hanya mereka yang tinggal di daerah-daerah
terpencil , atau daerah-daerah yang keadaan alamnya tidak disukai sebagai tempat
tinggal (misalnya daerah pantai utara Kanada yang terlampau dingin , atau
daerah gurun yang terlampau gersang), yang masih bermatapencaharian sebagai
pemburu dan peramu . Daerah pantai utara Kanada dihuni oleh suku-suku Eskimo
yang memburu hewan-hewan kutub , di pucuk selatan Amerika tinggal suku bangsa
Ona dan Yahgan , yang hidup dari berburu dan menangkap ikan , di daerah gurun
Kalihari di Afrika selatan tinggal orang Bushmen , dan di gurun Australia
tinggal beberapa suku bangsa penduduk asli Australia ras Australoid sebagai
pemburu hewan-hewan gurun .
Sekarang
jumlah suku bangsa di dunia yang hidupnya masih tergantung dari pekerjaan
berburu belum ada setengah juta orang , atau sekitar 0,01% dari seluruh
penduduk dunia. Jumlah itupun makin lama makin berkurang , karena banyak di
antara suku-suku bangsa seperti itu mulai menetap di kota-kota dan bekerja
sebagai buruh . Walaupun demikian , perhatian para ahli antropologi terhadap
kebudayaan suku bangsa yang masih melakukan suatu bentuk mata pencaharian hidup
yang tertua seperti itu masih cukup besar , untuk dapat mengetahui asas-asas
kehidupan masyarakat manusia . Di Indonesia suku-suku bangsa peramu masih
terdapat di daerah rawa-rawa di pantai Irian Jaya , yang secara khusus meramu
sagu .
Kebudayaan
peternak sekarang masih terdapat di daerah-daerah padang rumput stepa atau
sabana di asia barat daya , Asia Tengah , Siberia , Asia Timur-laut , Afrika
timur , dan Afrika Selatan . Hewan yang mereka pelihara berbeda-beda , sesuai
dengan daerah geografinya . Di daerah-daerah Oase di tengah-tengah gurun di
Semenanjung Arab , tinggal suku-suku bangsa Arab Badui yang memelihara Unta ,
kambing , dan Kuda . Di daerah-daerah
gurun stepa dan sabana di Asia Barat-daya suku-suku bangsa Khanzah di Iran ,
dan pashtun di Afghanistan memelihara domba , sapi dan kuda . Daerah-daerah
stepa di Asia tengah dihuni oleh berbagai suku bangsa Monggolia dan Turki ,
seperti Buryat , Kazakh , Kirghiz , dan Uzbek , yang memelihara Domba , kambing
, unta , dan kuda , sementara mereka yang berdiam di siberia yakni suku bangsa
Kulmuk , Goldi , dan Yakut ,memelihara domba dan kuda . Di daerah-daerah tundra
di Asia timur-laut tinggal suku-suku bangsa Lamut , dan Gilyak , yaitu rusa
reindeer . Daerah-daerah stepa dan sabana di afrika timur dan selatan di huni
oleh suku-suku bangsa Bantoid yang memelihara sapi .
Suku-suku
bangsa peternak hidup berpindah-pindah dari satu perkemahan ke perkemahan lain
, dengan membawa ternak mereka sesuai dengan musimnya . Susu yang dihasilkan
mereka buar mentega , keju serta hasil susu lainnya yang dapat disimpan lama.
Selama mereka berpindah-pindah ternak , mereka yang jumlahnya mencapai
beratus-ratus ekor harus di jaga agar tidak dicuri oleh kelompok-kelompok
peternak lain . Oleh karena itu bangsa-bangsa peternak sering kali bersifat
sangat agresif.
Kebudayaan
peladang perambah hutan berada di hutan-hutan rimba tropis di daerah aliran
sungai kongo (Afrika Tengah) , Asia tenggara (termasuk Indonesia) , dan daerah
aliran sungai Amazon (Amerika Selatan). Semua masyarakat peladang di
daerah-daerah menggunakan teknik bercocoktanam yang seragam , yang di awali
dengan membersikan daerah belukar bawah , menebang pohon-pohon , lalu membakar
daun , dahan serta kayu yang telah di tebang . Lahan langsung di tanami dengan
persiapan seperlunya saja , dan tanpa irigrasi . Oleh karena itu lahan yang
telah ditanami dua atau tiga kali sudah akan kehabisan zat-zat harannya ,
sehingga tidak akan menghasilkan lagi . Dengan demikian perlu di buka lahan
baru di sebelahnya , yang di kerjakan dengan teknik yang sama , sampai akhirnya
, sekitar 10 sampai 12 tahun , kelompok peladang tersebut di ladang yang
pertama , yang sementara itu telah kembali padat di tumbuhi pohon-pohon .
Walaupun
Masyarakat-masyarakat peladang seperti itu hidup berpindah-pindah , mereka
umumnya memiliki desa-desa tetap. Apabila jarak desa dengan ladang mereka
menjadi terlalu besar , mereka membangun gubuk-gubuk sementara di tengah ladang
atau di atas pohon untuk mengawasi tanaman mereka. Bercocoktanam diladang merupakan
mata pencaharian yang dapat menjadi dasar dari suatu peradaban yang kompleks ,
seperti peradaban indian Maya dalam abad ke-15 di Meksiko Selatan , Yukatan dan
Guatemala .
Kebudayaan
nelayan dapat dijumpai di daerah-daerah pantai di seluruh dunia. Desa-desa
nelayan biasanya berada disekitar muara sungai atau teluk, karena tempat-tempat
seperti itu lebih mudah untuk melabuhkan perahu atau biduk . Kecuali itu di
suatu teluk ikan biasanya banyak terdapat , tempat mereka bertelur pada
musim-musim tertentu . Dalam kebudayaan nelayan , para warga tentu mengetahui
teknologi membuat perahu , cara navigasi di laut , dan disamping itu mereka
juga memiliki organisasi sosial yang dapat menampung suatu sistem pembagian
kerja antara pelaut-pelaut , pemilik perahu , dan orang yang membuat perahu .
Sistem religi mereka biasanya terdiri dari unsur-unsur keyakinan , upacara ,
dan ilmu gaib yang berkaitan erat dengan persepsi dan konsepsi mereka mengenai
laut .
Kebudayaan
petani pedesaan sekarang merupakan perhatian utama para ahli antropologi ,
karena jumlah terbesar penduduk dunia sekarang memang bermatapencaharian
sebagai petani tradisional , yang bercocoktanam dengan irigrasi . Para petani
itu tinggal dalam komunitas-komunitas desa yang bersama dengan komunitas-komunitas
desa tetangganya umumnya berada di bawah suatu kekuasaan yang lebih tinggi ,
yang membentuk suatu kesatuan ekonomi , sosial budaya , atau administratif yang
lebih besar . Kebudayaan penduduk komunitas-komunitas desa biasanya
berorientasi kepada kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi tersebut , yang
lazimnya berada di kota administratif . Kebudayaan kota yang di dukung oleh
penduduk yang umumnya menjalani gaya hidup pegawai , oleh para petani di desa
di anggap sebagai kebudayaan yang lebih “beradap” , dan yang menjadi pedoman
serta acuan mereka . Orientasi kebudayaan masyarakat pedesaan di jawa (yang
pada umumnya petani tradisional) adalah kebudayaan golongan pegawai (yaitu
kebudayaan “priyayi”) yang terdapat di kota-kota administratif .
Kebudayaan
perkotaan yang kompleks banyak menjadi obyek penelitian para ahli antropologi
setelah perang dunia II , ketika banyak daerah jajahan yang umumnya merupakan
daerah-daerah multietnik menjadi merdeka . Ketika negara-negara baru itu mulai
membangun ekonominya , kemakmuran yang tampak di kota-kota besar ,
negara-negara tersebut menjadi daya tarik bagi berjuta-juta penduduk pedesaan
dengan beragam latar belakang kebudayaan , sehinggal muncul gejala hubungan
interaksi antarsuku-bangsa . Selain berbagai masalah yang ada di dalam
masyarakat perkotaan , masalah-masalah yang muncul akibat hubungan
antarsukubangsa di dalam masyarakat perkotaan menyebabkan terjadinya sub-ilmu
antropologi yang di sebut “Antropologi Perkotaan”.
Pembatasan
deskripsi etnografi tentang suatu kebudayaan suku bangsa tentu memerlukan suatu
metode , yang secara khusus akan di uraikan dalam jilid II buku ini , mengenai
pokok-pokok etnografi . Sekarang akan di uraikan terlebih dahulu bagaimana
membandingkan unsur-unsur yang sama yang terdapat dalam berbagai kebudayaan
suku bangsa , yang memerlukan suatu konsep yang mencakup persamaan unsur-unsur
kebudayaan dari berbagai suku bangsa itu sehingga menjadi kesatuan-kesatuan
yang lebih besar , yaitu konsep “daerah kebudayaan”
2. KONSEP DAERAH KEBUDAYAAN
Suatu “daerah
kebudayaan” adalah suatu daerah pada
peta dunia yang oleh para ahli antropologi disatukan berdasarkan persamaan
unsur-unsur atau ciri-ciri kebudayaan yang mencolok . Dengan penggolongan
seperti itu , berbagai suku bangsa yang tersebar di suatu daerah dimuka bumi
diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan persamaan
, untuk memudahkan para ahli antropologi melakukan penelitian analisa
komparatif .
Klasifikasi
berdasarkan daerah kebudayaan mula-mula dicetuskan oleh F.Boas , walaupun konsep itu menjadi
terkenal dengan terbitnya buku C.Wissler (murid Boas) berjudul The
American Indian (1920) . Dalam buku itu Wissler membagi kebudayaan suku
bangsa indian penduduk Amerika Utara ke dalam 9 daerah kebudayaan . Ciri-ciri kebudayaan yang dijadikan
dasar dari suatu penggolongan daerah kebudayaan bukan hanya unsur-unsur
kebudayaan fisik saja (misalnya alat-alat yang digunakan untuk berbagai jenis
mata pencaharian hidup , yaitu alat bercocoktanam , alat berburu , dan alat transpor
, senjata , bentuk-bentuk ornamen , gaya pakaian , bentuk rumah , dan
sebagainya) , tetapi juga unsur-unsur kebudayaan abstrak seperti unsur-unsur
organisasi kemasyarakatan , sistem perekonomian , upacara keagamaan ,
adat-istiadat dan lain-lain.
Persamaan
ciri-ciri yang mencolok dari suatu kebudayaan biasanya hadir lebih kuat pada
kebudayaan-kebudayaan yang merupakan pusat dari daerah kebudayaan yang
besangkutan , dan makin tipis di dalam kebudayaan –kebudayaan yang jaraknya
makin jauh dari pusat tersebut.
Sifat kurang
eksak yang merupakan kelemahan dari metode klasifikasi “daerah kebudayaan”
tersebut telah mengundang kecaman dari kalangan para ahli antropologi sendiri ,
sementara upaya untuk mempertajam batas-batas dari suatu daerah kebudayaan
bahkan akan mengaburkannya . Walaupun demikian , metode klasifikasi ini sampai
sekarang masih banyak digunakan , karena pembagian wilayah itu dapat ,
memberikan gambaran yang menyeluruh kepada seorang peneliti mengenai berbagai
kebudayaan yang berbeda-beda yang ada di dunia .
Pembagian
daerah-daerah kebudayaan dimuka bumi akan di uraikan dalam sub-sub bab berikut
ini , dengan perhatian khusus terhadap daerah kebudayaan di Asia tenggara dan
Indonesia.
3. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI AMERIKA UTARA
Kesembilan
daerah kebudayaan di amerika utra menurut klasifikasi C.Wissler yang tergambar pada peta 2 adalah :
1. Daerah kebudayaan Eskimo , yang meliputi kebudayaan
suku-suku bangsa pemburu hewan laut yang tinggal di pantai utara dan barat Laut
Kanada , serta pulau-pulau yang berhadapan dengan Kanada yaitu Bafinland ,
Greenland , dan lain-lain . Penduduk daerah-daerah yang beradaptasi dengan
lingkungan tanpa pohon dan suhu yang sangat rendah ini adalah antara lain suku
bangsa Eskimo Nunivakmiut di Alaska , Eskimo Iglulik di pantai bagian Utara
dari teluk Hudson , dan Eskimo Angmasalik di pantai tenggara pulau Greenland
2. Daerah kebudayaan Yukon Mackenzie , yang meliputi
kebudayaan suku-suku bangsa pemburu hewan yang terdapat di dalam hutan
koniferus di Kanada Barat-laut (misalnya beruang) , penangkap ikan di sungai
yukon ,sungai mackenzie , dan sungai-sungai kecil lainnya . Di beberpa tempat
ada suku-suku bangsa yang dalam musim tertentu berburu rusa reindeer.
Salju lembut yang banyak terdapat , menyebabkan berkembangnya sepatu salju .
Contoh dari suku-suku bangsa daerah kebudayaan ini adalah Tanana di hulu sungai
yukon , Kaska di hulu sungai Mackenzie , dan Chipwayan di daerah danau-danau
Kanada Utara
3. Daerah Kebudayaan pantai barat laut , yang meliputi
kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tinggal di desa-desa tepi
pantai barat laut Kanada
dan pulau-pulau diseberangnya. Suku-suku bangsa bermatapencaharian seperti nelayan
(terutama menangkap ikan salm , dan ikan paus) . Ciri-ciri yang mencolok dalam
kebudayaan adalah upacara-upacara totenisme , seni patung katu , seni tenun ,
adat-istiadat yang berhubungan dengan potlatch , yaitu pesta-pesta besar yang digunakan oleh
berbagai kelompok kerabat dari berbagai desa untuk memamerkan kekayaannya
masing-masing secara berlebihan . Contohnya adalah suku bangsa Tlingit , Haida
, dan Kwakiutl.
4. Daerah kebudayaan dataran tinggi , yang meliputi
kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun di musim dingin tinggal di
dalam rumah-rumah yang sebagian berada di atas permukaan tanah , dan dalam
musim panas tingga di rumah-rumah yang terbuat dari jerami . Suku-suku bangsa
neelaya dan peramu itu adalah suku bangsa Kuteni , Klamat , dan Yurok .
5. Daerah kebudayaan Plains , yang terdiri dari
kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakan rumpun yang hingga akhir abad
ke-19 tersebar di daerah stepa yang terbentang antara sungai Mississippi dan
deret pegunungan Rocky . Mereka hidup dari berburu banteng bison , yang mereka
lakukan dengan mengendarai kuda . Dengan kandasnya banteng bison , orang-orang
india Crow , Omaha dan Comanche yang juga disebut indian praire , ini telah
mulai melakukan pekerjaan lain dan banyak yang telah tinggal di kota.
6. Daerah Kebudayaan hutan timur , yang meliputi kebudayaan
sukuu-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah sekitar
timur-laut Amerika utara , dan hidup sebagai petani menetap , dengan tanaman
pokok jagung. Dalam musim panas , suku-suku bangsa ini umumnya tinggal dalam
ruumah panjang yang terbuat dari kulit pohon , dan dalam musim dingin dalam
rumah yang juga terbuat dari kulit pohon yang membungkus kerangka berbentuk
kerucut (wigwam) . Contohnya adalah suku bangsa Winnebago , Huron , Iroqouis .
7. Daerah kebudayaan dataran kalifornia (California Great
Basin) , yang meliputi kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun
yang pekerjaannya berburu dan meramu biji-bijian. Mereka tinggal dalam
rumah-rumah jerami , dan terkenal karena keindahan seni anyamannya . Contoh
adalah suku bangsa Miwok , Washo , dan Ute .
8. Daerah kebudayaan barat daya , yang meliputi
kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah
gurun dan setengah gurun , dan bertani secara intensif di lembah-lembah sungai
. Suku-suku bangsa ini dalam rumah-rumah tingkat berbentuk persegi yang terbuat
dari tanah liat (pueblo), yang demi keamanan bnyak dibangun di puncak gunung
karam yang curam .contoh suku-suku bangsa ini adalah Apache ,Navaho , Zuni ,
Pueblo , Hopi Pueblo , dan Santa Clara Pueblo .
9. Daerah kebudayaan tenggara , yang meliputi
kebudayaan-kebudayaan suku bangsa petani ,yang bercocoktanam secara intensif
dengan menggunakan cangkul . Tanaman pokok mereka adalah jagung , berbagai
jenis labu , dan tembakau . Suku-suku bangsa pemuja matahari yang tinggal di
dalam rumah-rumah panjang ini tergabung dalam federasi-federasi desa yang luas
. Contohnya adalah suku bangsa Cherokee , Seminole , dan Choctow .
10. Daerah kebudayaan Meksiko , yang meliputi kebudayaan
suku-suku bangsa bermasyarakat rakyat pedesaan yang berorientasi kepada peradaban
kota yang banyak terpengaruh kebudayaan Spanyol dan Agama Katolik . Sebelum
kedatangan orang Spanyol , rakyat desa berorientasi terhadap peradaban tinggi
di kota-kota besar yang membangun kuil-kuil , indah yang merupakan pusat
pemujaan matahari . Di kuil-kuil tersebut dilakukan upacara-upacara besar
dengan korban manusia. Rakya didesa hidup sebagai peladang yang menanam jangung
, kentang , berbagai jenis labu , tembakau , dan kapas sebagai tanaman pokok.
4. DAERAH-DAERAH
KEBUDAYAAN AMERIKA LATIN
J.M Cooper
adalah orang yang pertama kali menggolongkan benua amerika bagian tengah dan
selatan kedalam kebudayaan Amerika Latin , yang terdiri dari 4 tipe kebudayaan
yang disebutnya :
1.Circum Caribbean cultures
2.Andean Civilization
3.Tropical Forest cultures
4.Marginal Cultures .
Sistem
penggolongan itu juga digunakan sebagai dasar dari buku yang terdiri dari 6
jilid mengenai penduduk pribumi Amerika Latin ,yang disusun oleh 90 orang ahli
dan di redaksi oleh J.H Steward berjudul Handbook Of the South American
Indians.
G.P Murdock
telah membuat suatu sistem pembagian daerah kebudayaan yang lebih rinci, yaitu
dengan membagi seluruh benua Amerika ke dalam 24 daerah kebudayaan .
Klasifikasi itu juga memperhitungkan perbedaan-perbedaan sistem kekerabatan dan
perbedaan-perbedaan linguistik . Namun karena klasifikasi ini di anggap kurang
praktis , para ahli antropologi jarang menggunakannya .
Dalam buku J.H
steward dan L.C Faron , Native Peoples Of South America (1959) yang merupakan ikhtisar dari bahan
dalam buku Handbook Of The South American
Indians , sistem klasifikasi Cooper masih digunakan , namun sistem klasifikasi
itu di ubah menjadi lima tipe yaitu :
1.cultures with teocratic and militaristic chiefdoms
2.Andean cultures
3.Southern Andean cultures
4.Tropical forest cultures
5.cultures of nomadic hunters and gatherers .
Berbeda dengan
sistem pembagian kebudayaan yang lazim , sistem dalam buku steward dan Faron
ini juga memperhitungkan enclaves dari kebudayaan-kebudayaan suatu tipe yang
tersebar terakhir atau berada dalam daerah kebudayaan tipe lain (lihat peta 3)
.
Sistem yang
tersebut terakhir ini juga di gunakan dalam buku ini . Tipe yang pertama yaitu
Cultures with teoratic and militaristic ciefdoms di sini diterjemahkan dengan
“kebudayaan-kebudayaan dengan sistem kenegaraan (atau Kerajaan) kecil”, untuk
menghindari pemakain istilah cacique dalam bahasa spanyol yang terdapat dalam
sumber-sumber Spanyol abad ke-17 mengenai kebudayaan . Dalam buku ini tipe-tipe
selanjutnya di terjemahkan sebagai beriku :
(2) Kebudayaan Andes
(3) Kebudayaan Andes Selatan
(4) Kebudayaan Rimba Tropis
(5) Kebudayaan-kebudayaan Pemburu dan Peramu .
Daerah-daerah
kebudayaan dengan sistem kenegaraan (atau kerajaan kecil) , yang dulu maupun
sekarang tersebar di kepulauan Karibia , Venezuela , Columbia bagian utara ,
Equador , dan Bolivia bagian timur , umkumnya sampai kedatangan orang spanyol ,
telah mengembangkan oraganisasi-organisasi kemasyarakatan yang melampaui batas
desa , misalnya berupa federasi antar desa. Organisasi semacam ini terbantuk
karena terjadi penggabungan akibat perang , tetapi dapat juga menunjukan sistem
organisasi kenegaraan atau kerajaan kecil . Kerajaan-kerjaan seperti itu antara
lain Guetar di panama , Chibcha di Colombia , dan Equador dan Chula di Colombia
, di zaman dahulu umumnya mengembangkan suatu sistem upacara , seperti
perhiasan serta bangunan-bangunan suci yang indah , yang memperlihatkan
pengaruh peradaban Andes .
Daerah
kebudayaan Andes meliputi daerah kebudayaan sebelum masa jaya kerjaan Inca di
pegunungan Andes , dan kebudayaan suku-suku bangsa india seperti Campa dan Inca
, setelah runtuhnya kerjaan Inca di Peru dan Bolivia Bagian barat .
Daerah
kebudayaan Andes Selatan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Chili
bagian utara dan Argentina , yang tidak pernah memiliki sistem organisasi
sosial yang luas seperti sistem fedirasi antardesa atau negara kecil , tetapi
yang dalam kebudayaan kebendaan dan tegnologinya mendapat pengaruh dari
peradaban Andes . Contohnya adala suku-suku bangsa Antacama , Diaguita dan
Araucania .
Daerah
kebudayaan rimba tropis , meliputi kebudayaan suku-suku bangsa penduduk daerah
perairan sungai Amazon umumnya bercocoktanam di ladang , dan tinggal di dalam
desa-desa tetap . Contohnya adalah suku bangsa Jivaro , Tupinamba , dan
Mundurucu .
Daerah
kebudayaan pemburu dan peramu adalah daerah kebudayaan yang oleh Cooper disebut
marginal cultural area , dan
meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang tidak mengenal pertanian . Banyak di
antaranya memiliki pola hidup yang “marjinal” (berada pada batas kewajaran
kehidupan manusia) , dan teknik berburu maupun jenis hewan yang di buru atau
jenis tanaman yang di ramu , sangat berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya .
Suku bangsa
pemburu Chono , Ona , dan Yahgan di chili selatan , misalnya menggantungkan
hidupnya dari peenangkapan karang sementara berbagai suku bangsa lain di
Argentina , hingga kira-kira awal abad ini masih berburu guanaco (yaitu sejenis
unta) . Banyak dari suku-suku bangsa ini sekarang sudah hidup sebagai petani ,
atau peternak , atau mencari kehidupan di kota . Suku-suku bangsa lain seperti
Guaycuru , Guana dan Mbaya yang hidup di daerah sabana dan padang-padang
belukar di daraten Gran Chaco , bermatapencaharian sebagai peramu , tetapi juga
sebagai pemburu dan penangkap ikan . Berbagai suku bangsa lain di bolivia timur
dan suku bangsa Nambicuara di Brazil masih hidup berburuh di daerah hutan rimba
tropik, sementara berbagai suku bangsa lain , yang di sebut aquatic nomads
(suku banggsa pemburu akiatik) , seperti suku bangsa Yuraro , di Columbia Timur
dan Mura di Brazil hidup dari menangkap ikan dan sungai dari rawa-rawa.
5. BAGIAN-BAGIAN KAWASAN GEOGRAFI DI OSEANIA
Berbagai
kebudayaan pendudukan kepulauan samudra pasifik belum seluruhnya di bagi dalam
berbagai daerah kebudayaan , karena memang lebih mudah menggolongkan beragam
kebudayaan yang tersebar di ratusan pulau itu bedasarkan keempat sub-kawasan
geografis , yakni kebudayaan-kebudayaan penduduk asli Australia , kebudayaan
penduduk Irian dan Melenisia kebudayaan penduduk Mikronesia dan kebudayaan
penduduk polynesia .
Australia
adalah suatu benua yang letaknya terpencil , Melanesia adalah deretan
pulau-pulau yang sebenarnya merupakan pegunungan karang yang melingkari pantai
timur Australia , mulai dari Irian hingga Selandia Baru , Mikronesia merupakan
gugusan atol dibagian barat samudra pasifik dan Polynesia adalah sub-kawasan
kepulauan yang terdiri dari semua tipe , yaitu kepulauan gunung berapi ,
kepulauan padas , kepulauan atol ,dan tipe-tipe lain yang terletak dlam
segitiga Selandia-baru , Kepulauan Paskah dan kepulauan Hawaii .
Walaupun
pembagian itu terutama berdasarkan ciri-ciri geografi , tampak juga perbedaan
umum mengenai ciri-ciri fisik , bahasa , dan sistem kemasyarakatan dan
kebudayaan penduduknya .
penduduk
pribumi Australia memiliki ciri-ciri ras yang dalam antropologi fisik di sebut
“kompleks ciri-ciri Australoid” walaupun terdesak kedaerah-daerah yang paling
buruk keadaan alamnya , sampai kini mereka mampu bertahan hidup dengan berburu
yaitu jenis matapencaharian yang di anggap sebagai sisa-sisa kebudayaan manusia
yang tertua di samping meramu tanpa mengalami perubahan yang berarti .
Penduduk
Melanisia (termasuk Irian) memiliki ciri-cri khas melanesoid . Dari segi
bahasanya penduduk melanesia pada umumnya mengujar berbagai bahasa yang bersama
dengan bahasa-bahasa penduduk Mikronesia dan Polynesia dan bahkan dengan
bahasa-bahasa indonesia ( keculi sebagian besar bahasa-bahasa di pedalaman
Irian) , Filipina , Taiwan , dan Madagaskar dapat digolongkan dlam suatu rumpun
bahasa Austronesia .
Dari segi
etnografi , kebudayaan-kebudayaan penduduk melanesiamemperlihatkan adanya
beberapa ciri yang khas , yaitu antara lain (i) sistem sosial berdasarkan
kegiatan berkebun (dalam skala kecil) , yang dilakukan dengan atau tanpa adanya
kegiatan meramu sagu , (ii) adanya kompleks unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan upacara balai keramat untuk pria , (iii) upacara inisiasi berikut sistem
lambang totenisme , (iv) Kompleks upacara pesta babi , dan (v) gerakan raja
adil .
penduduk
mikronesia yang tinggal di pulau-pulau atol yang kecil dengan pekerjaan
berkebun ( secara kecil-kecilan) dan menangkap ikan secara besar-besaran , pada
umumnya mengujar bahasa-bahasa yang sekeluarga , tetapi juga menunjukan
persamaan dalam sistem mata pencaharian dan kemasyarakatan .
Selain
bahasa-bahasanya , penduduk polynesia yang memiliki ciri-ciri ras polynesia ,
sebenarnya belum banyak di teliti dan di analisa . Kebudyaan –kebudayaan
penduduk polynesia , sangat beragam , yaitu dari sangat sederhana , hingga
kebudayaan masyarakat yang berbentuk kerajaan . Suatu hal yang sama pada hampis
semua kebudayan di polynesia adalah berkembangnya kebudayaan maritim yang maju
, termasuk kepandaian membuat perahu bercadik , yang mampu mengarungi lautan ,
dan keahlian dalam navigasi .
6. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI AFRIKA
Kebudayaan-kebudayaan
suku-suku bangsa penduduk Afrika ( kecuali Madagaskan) yang beranekaragam untuk
pertama kali diklasifikasikan ke dalam 10 daerah kebudayaan oleh ahli
Antropologi Amerika , M.J Herskovits . Seperti tampak pada peta 4 , sistem
tersebut masih sangat kasar dan impresionistis , namun klasifikasi Herskovits
boleh di katakan cukup memuaskan untuk zaman ketika pengetahuan orang Amerika
mengenai Afrika masih berada pada taraf awal perkembangannya , pada waktu
pengetahuan para ahli prancis , Inggris , Belgia , Jerman , dan Itlia baru
terbatas pada daerah-daerah jajahan mereka masing-masing , dan belum meluas
sampai benua Afrika .
Dalam tahun
1955 para ahli linguistik Amerika , antara lain J.H Greenberg , telah selesai
mengklasifikasikan bahasa-bahasa di Afrika kedalam rumpun-rumpun dan
keluarga-keluarga bahasa . Berbeda dengan Indonesia , klasifikasi bahasa-bahasa
di Afrika tak dapat digunakan untuk membuat suatu klasifikasi kebudayaan .
Dalam bukunya
tentang Afrika , G.P Murdock membagi benua Afrika ke dalam 38 daerah kebudayaan
yang disebutnya culture areas . Klasifikasi ini lebih rinci dari pada
klasifikasi Herskovits , karena Murdock memasukan unsur-unsur perbedaan bahasa
dan sistem kekerabatan kedalamnya , sehingga hal itu malahan menghilangkan
gambaran umumnya . Bagi Afrika diperlukan suatu sistem klasifikasi yang
sifatnya lebih luas . Tetapi bagi daerah-daerah yang lebih khusus , seperti
Indonesia sistrm klasifikasi yang rinci dapat digunakan .
karena sistem
klasifikasi Herskovits terlalu kasar , sedang klasifikasi Murdock kurang
memberikan gambaran yang menyeluruh , penulis sendiri telah mencoba
mengkombinasikan kedua sistem tersebut , sehingga cdi peroles suatu sistem yang
membagi Afrika dan Madagaskar ke dalam 18 daerah kebudayaan . Berbeda dengan
Murdock yang menggambarkan batas-batas daerah –daerah kebudayaan sesuai dengan
daerah-daerah persebaran , suku-suku bangsa , sehingga garis-garisnya
berliku-liku , penulis menggambarkan sebagai garis-garis lurus . Daerah Sahara
dan Hulu tengah sungai Nil dalam susunan daerah kebudayaan menurut hemat
penulis sebenarnya tidak merupak dua daerah kebudayaan , melaikan daerah
geografi , karena dalam kedua daerah itu tidak terdapat ciri-ciri yang seraga,
( lihat peta 5 )
1. Daerah
kebudayaan Afrika Utara . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah
kebudayaan suku-suku yang sepanjang sejarah mengalami sejarah yang kurang lebih
sama , sehingga walaupun asalnya beranekaragam , namun ciri-ciri lahir
menampakkan keseragaman . Suku-suku bangsa tersebut umumnya adalah , petani
yang mengerjakan tanahnya secara intensif dengan bajak , dan menggunakan sistem
pengairan irigrasi . Disamping itu mereka juga berternak kambing , sapi dan
keledai . Kebudayaan petani pedesaan berber ang tergolong ras Kaukasoid dan
umunya beragama Islam , berorientasi kepada suatu peradaban kota yang merupakan
perpaduan kebudayaan Funia , Mesir , Yunani , Rumawi , Vandals dari Germania ,
Byzanthium . Kebudayaan dan Agama Islam dari zaman Khalifah Abbassiyah ,
kebudayaan Yahudi , Agama Islam abad ke-12 , Islam dari Spanyol dan Islam dari
zaman kejayaan negeri Turki . Kecuali
itu , kebudayaan rakyat petani pedesaan ini juga mendapat pengaruh besar dari
kebudayaan peternak Arab Badui , yang melakukan Migrasi besar-besaran ke Afrika
Utara dalam abad ke-11 dan abad ke-12 , dan yang hingga kini masih mengembara di
daerah itu bersama ternak kambing dan untanya .
2.Daerah
kehidupan Hilir Sungai Nil .daerah kebudayaan ini meliputi
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani yang bercocoktanam secara
intensif dengan bajak dan irigrasi . Di daerah-daerah sepanjang lembah-lembah
sungai yang subur. Kebudayaan rakyat pedesaan ras Kaukasoid yang di sebut orang
mesir ini , berorientasi kepada suatu peradaban yang tinggi yang telah berumur
berabad-abad lamanya , yang di awali dengan kepribadian yang khusus dan unik (
yaitu di zaman raja-raja farao) , dan kemudian dengan masuknya pengaruh
unsur-unsur kebudayaan Yunani , Byzanthium , Islam , dan Turki .
3. Daerah
kebudayaan Sahara . Daerah geografi ini meliputi daerah
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup menetap dalm masyarakat
rumpun , maupun suku-suku bangsa peternak yang hidup mengembara . Suku-suku bangsa ini hidup di lembah-lembah
sungai , daerah sekitar mata air (oase) , dan daerah-daerah di mana air masih
dapat diperoleh dengan menggali sumur . Di sebagian timur gurun Sahara
,suku-suku bangsa serupa itu secara dominan termasuk ras negroid , di bagian
tengah dominan adalah orang berber dan di bagian-bagian barat ada suku-suku
bangsa Arab atau Berber yang telah banyak di pengaruh oleh kebudayaan Arab . Kecuali bercocoktanam atau berternak
, rumpun-rumpun Negro , Berber dan Arab tadi sejak berabad-abad hingga sekarang
juga hidup dari perdagangan dan membawa barang-barang membawa dagangannya
melintasi daerah gurun melalui jalur-jalur yang tetap . Ciri lain yang mencolok
yang memiliki suku bangsa Tuareg dan Negroid di daerah itu Adalah adanya
kasta-kasta hina yang terdiri dari tukang-tukang pembuat Logam , pengrajin
kulit , dan para pengamen .
4. Daerah kebudayaan sudan barat . Daerah
kebudayaan ini meliputi daerah-daerah kebudayaan suku-suku bangsa peladang
berpindah , yang tidak menggunakan irigrasi dan bajak , tetapi menggunakan
cangkul untuk mengolah tanah . Tanaman pokoknya adalah Gandum Sudan (sorghum
dan Fonio) selain itu mereka juga berternak sapi ,wqalaupun hewan itu tidak
dipelihara untuk mendapatkan susu atau dagingnya melainkan untuk menaikan
genggsi yang empunya (misalnya untuk mas kawin) . Kebudayaan rakyat pedesaan
berorientasi terhadap peradaban-peradaban tinggi yang sejak berabad-abad
lamanya berpusat di kota-kota besar dan pusat-pusat kerajaan seperti Ghana Kuno
, Mali Kuno ,Songhai , Bambara dan lain-lain . Sejak kedatangan agama Islam
melalui rute-rute perdagangan kafilah yang melintasi Sahara ,hampir seluruh
suku bangsa Negroid ini memeluk Agama dan kebudayaan Islam . Ciri-ciri yang
mencolok dari kebudayaan rakyat pedesaan itu adalah , antara lain :
a. tingkat-tingkat umur bagi pria , yang masing-masing
memiliki fungsi sosial dan harus dilalui dengan upacara inisiasi .
b. Kedudukan tukang pandai besi , tukang pengrajin kulit ,
serta pengamen dan penari jalanan yang di anggap hina .
c. Adanya jabatan “sebagai tuan pengawas tanah” dalam
pimipinan desa yang sifatnya setengah keramat .
d. Pola perkampungan yang padat , dengan rumah-rumah yang
berbentuk bulat dengan atap yang berbentuk kerucut (gaya sudan)
5. Daerah Kebudayaan Sudan Timur . Daerah
tengah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani
yang hidup dari bertani menetap dengan irigrasi dengan tanaman pokok gandum
sudan (jenis tanaman yang di tanam suku-suku bangsa yang tingga di bagian
selatan daerah kebudayaan ini adalah kompleks tanaman pokok Asia Tenggara ,
yakni keladi , ubi , dan pisang). Bercocoktanam terutama merupakan pekerjaan
wanita , sedang peternakan yang juga merupakan matapencaharian hidup yang
sangat penting , secara khusus merupakan pekerjaan pria . Ternak yang merupakan
unsur mas kawin yang sangat penting , secara khusus merupakan pekerjaan penting
, di ambil susunya untuk membuat mentega dan keju . Letak rumah-rumah bergaya
Sudan di daerah kebudayaan ini saling berjauhan ,dengan perkarangan-perkarangan
yang luas yang memisahkan rumah yang satu dengan yang lainnya . Ciri-ciri yang
mencolok adalah sistem kenegaraan dengan dasar-dasar organisasi kerajaan raja-raja
Farao .
6. Daerah
Kebudayaan Hulu Tengah Sungai Nil . Daerah yang oleh Murdock di juluki daerah Nile
Corridor, bukan suatu daerah kebudayaan melainkan daerah geografi yang
sejak berabad-abad menjadi semacam jalur masuknya berbagai pengaruh kebudayaan
kepedalaman Afrika . Kebudayaan-kebudayaan daerah tengah sungai Nil tidak
seragam . Salah satu kebudayaan di daerah ini adalah kebudayaan suku bangsa
Nubia yang melakukan pertanian secara intensif dengan irigrasi dan bajak lembah
sungai Nil . Orang Nubia Berorientasi kepada suatu peradaban kuno yang di zaman
dahulu berpusat di kota Napata dan Meru . Peradaban ini mendapatkan pengaruh
unsur-unsur kebudayaan Mesir di zaman Farao , unsur-unsuur agama Nasrani
Byzanthium , dan sejak 8 abad yang lalu mendapat pengaruh unsur-unsur agama
Islam . Di daerah pegunungan Kordofan tinggal suku bangsa Nuban (yang walaupun
sama-sama memiliki ciri-ciri Negroid , berbeda dega Nubia terurai di atas yang
bertani dengan irigrasi tetapi tidak menggunakan bajak) . Selain itu di daerah
kebudayaan ini ada suku bangsa Arab bagara yang berternak unta dan kambing yang
mengambara dari satu daerah ke daerah lain dalam kelompok-kelompok sambi
menggembalakan ternak mmereka . Suku bangsa Arab yang beragama Islam ini tiba
di daerah Hilir sungai Nil dalam abad ke-12 dan abad ke-13 Masehi .
7. Daerah
Kebudayaan Afrika Tengah . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah-daerah
suku-suku bangsa Negroid yang merupakan
peladang-peladang berpindah dan merupakan masyarakat-masyrakat rumpun . Mereka
tidak mengenal irigrasi maupun Bajak , dan menanam tanaman pokk Keladi , ubi
dan pisang (yakni tanaman asli Asia Tenggara) , gandum , Sudan , Gandum
eleusine(tanaman asli Ethiopia) , jagung dan singkong ( tanaman asli Amerika) .
Peternakan yang tidak menghasilkan susu di anggap tidak penting dan makin
kearah selatan , mata pencaharian beternak makin berkurang sampai akhirnya
hilang sama sekali . Ciri-ciri yang mencolok dari kebudayaan-kebudayaan daerah
ini adalah antara lain pembyaran mas kawin dengan alat-alat yang terbuat dari
besi , pola perkampungan yang menyebar luas , berbentuk rumah bergaya Sudan di
bagian utara , dan makin ke selatan berbentuk persegi dengan atap terbentuk
Piramida (gaya bantu) tiadanya bentuk-bentuk organisasi sosial yang lebih
tinggi dari pada desa (misalnya federasi desa atau negara) , kecuali pada suku
bangsa Mambetu , Azande dan beberapa Lainnya .
8. Daerah
Kebudayaan Hulu Selatan Sungai Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi
kebudayaan-kebudayaan masyarakat rumpun yang bermata pencaharian sebagai
peternak yang menetap ( jadi tidak mengembara) di daerah-daerah sabana di sudan
selatan . Hewan peliharaan yang terpenting adalah sapi . Adakalanya mereka juga
bertani sebagai pekerjaan sambilan . Suku-suku bangsa ini memiliki ciri ras
Negroid yang umum , tetapi suatu ciri yang khusus adalah tubuh mereka yang
tinggi dan sangat ramping . Selain ciri-ciri fisik itu , yang juga di sebut
ciri-ciri Nilote , suku-suku bangsa di daerah ini mengujar bahasa yang sama .
9. Daerah
Kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa
peternak yang mendiami lembah-lembah sungai di dataran tinggi Ethiopia . Di
samping berterak mereka juga bertani secara intensif dengan irigrasi dan bajak
. Kebudayaan rakyat pedesaan memiliki ciri-ciri ras Kaukasoid tetapi berbahasa
semit ini berorientasi kepada peradaban kota yang berdasarkan Agama Nasrani
Yunani .
10. Daerah Kebudayaan Pantai Guinea. Daerah
kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa peladang berpindah yang memiliki
ciri-ciri ras Negroid . Merea berladang tanpa irigrasidan bajak , dengan
tanaman pokok gandum sudan dengan sebagia suku bangsa suku bangsa di daerah
kebudayaan ini , dan tanaman Asi tenggara (yaitu , keladi , ubi , jagung) ,
atau berbagai tanaman Amerika ( yaitu ubi dan jagung ) pada bagian lainnya.
Peternakan sangat sedikit dilakukan . Kebudayaan rakyat pedesaan ini
berorientasi kepada peradaban kota yang juga merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan
kecil . Raja-rajanya di anggap kramat , dan upacara-upacara yang di adakan di
istana raja sangat rumit . Jumlah pejabat istana sangat banyak dan ada tiga
jabatan ratu , yaitu sebagai ratu ibu raja , sebagai ratu istri utama raja ,
dan sebagai ratu kakak raja . Contoh daari kerajaan seperti itu adalah Dahomey
Ashanti ( sekarang Ghana bagian selatan) , Ife ( suku bangsa Yoruba di Negeria
selatan) , dan Benin ( suku bangsa Edo di Negeria Selatan) . Ciri-ciri yang
mencolok di kebudayaan petani ini adalah antara lain (i) Sistim tingkat umur
dan upacara inisiasi yang berat dan fungsi-fungsi sosial yang khas ,(ii)
desa-desa yang mengelomopok padat , degan rumah-rumah yang berbentuk persegi
dan beratap gaya bantu . Selain suku-suku bangsa petan tersebut , ada suku-suku
bangsa yang bermasyarakat rumpun , yang tidak berorientasi kepada
peradaban-peradaban tinggi.
11. Daerah
Kebudayaan Bantu Khatulistiwa . Daerah kebudayaan ini meliputi
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang berladang
berpindah-pindah di daerah hutan tropik tanpa irigrasi dan bajak , tanaman
pokoknya adalah keladi , ubi , dan ppisang ( tanaman khas Asia tenggara) , dan
menanam gandum sudan sebagai tambahan , peternakan hampir tidak ada . Ciri-ciri
yang mencolok adalah (i) adat bride service ( adat mas kawin umumnya tidak di
kenal di daerah ini ) dan kanibalisme (di zaman dahulu) , (ii) desa-desa yang
padat dengan rumah-rumah gaya Bantu. Sebagian besar suku-suku bangsa ini tidak
mengenal kenegaraan , kecuali siuku bangsa Baluba , yang dalam Abad ke-17
mendirikan negara Baluba yang kuat .
12.Daerah
kebudayaan bantu danau-danau . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani yang telah mengelolah tanah
secara intensif dan irigrasi . Mereka mendiami lereng-lereng pegunungan yang di
kelilingi danau-danau besar , Victoria , Kioga , Albert , Edward , Kivu , dan
Tanganyika . Kebudayaan para petani di desa berorientasi kepada peradaban
tinggi di kota-kota pusat kerajaan misalnya negara Baganda , Ruwanda , dan
Urundi yang memiliki struktur pemerintahan yang agaknya di pengaruhi oleh
kerajaan-kerajaan yang berada di tanduk Afrika . Kecuali bertani , rakya
pedesaan juga beternak menghasilkan mentega dan keju ( memerah susu khusus
adalah pekerjaan pria) . Di negara Belanda misalnya pekerjaan beternak banyak
diserahkan kepada orang Bahima , yaitu suatu suku bangsa yang beberapa abad
yang lalu bermigrasi dari daerah Hulu sungai Nil ke daerah danau-danau .
Ciri-ciri yang
mencolok dari daerah kebudayaan ini adalah (i) pembayaran mas kawin dengan
ternak , (ii)sistem tingkat-tingkat umur dengan upacara-upacara inisiasi yang
kompleks serta fungsi-funsi sosial yang luas , (iii) pola perkampungan yang
menyebar luas , dan (iv) rumah-rumah berbentuk sarang lebah .
13. Daerah
kebudayaan bantu timur . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat yang bertani secara
intensif dan irigrasi . Tanaman pokoknya adalah gandum sudan (pada beberapa
suku bangsa di tanganyika tanaman pokoknya adalah padi dan tanaman-tanaman Asia
tenggara lainnya), dam di samping itu di tanam pulai berbagai khas tanaman
Ethiopia . Matapencaharian tambahan yang penting adalah beternak sapi , yang di
ambil susunya untuk di buat mentega dan keju . Ciri-ciri mencolok dari daerah
kebudayaan ini adalah (i) mas kawin yang di bayar dengan ternak , (ii) sistem
tingkat-tingkat umur dengan upacara inisiasi . Daerah Bantu timur sudah di
datangi oleh suku-suku bangsa Nilote (seperti Kipsigi , Samburu , dan Masai)
dari daerah Hulu Selatan Sungai Nil , sejak lebih dari satu abad yang lalu .
14. Daerah
Bantu Tengah . Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa
yang sebagian besar bermasyarakat rumpun , yang merupakan peladang berpindah ,
baik di daerah hutan rimba atau Sabana ,. Tanaman pokoknya adalah jagung ,
kacang-kacangan dan singkong (tanaman Amerika) , dan ada juga yang menanam
gandum sudan sebagai tanaman tambahan , pertenakan hampir tidak ada .
Kebudayaan rakyat di desa berorientasi kepada negara-negara pribumi yang banyak
terdapat di daerah ini , yaitu misalnya Bakongo , Chokwe , Kimbudu , Bemba ,
dan lain-lain . Pola perkampungan di daerah kebudayaan ini tidak sama bagi
semua suku bangsa . Ada yang letak rumuhnya saling berjauhan , ada yang sangat
padat . Ada suku-sku bangsa yang membangun rumah-rumah gaya Sudan , dan
terutama suku-suku bangsa di bagian barat , membangun rumah berbentuk sarang
lebah .
15. Daerah
kebudayaan Bantu Barat Daya . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah
kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari
peladangan berpindah , tanpa irigrasi maupun bajak . Tanaman pokoknya adalah
gandum Sudan , tetapi tanaman Asia tenggara terdapat . Matapencaharian hidup
lain yang sama pentingnya adalah peternak sapi . Susu sapi di buat mentega dan
keju . Berbeda dengan daerah-daerah peternakan di Afrika timur , wanita juga
dapat memeras susu , dan bagian selatan daerah kebudayaan ini pekerjaan ini
malahan secara khusus di lakukan oleh wanita . Makin kearah selatan ,
peternakan makin penting dan di bagian paling selatan yang di huni oleh suku
bangsa herero , peternakan merupakan satu-satunya matapencaharian hidupnya .
Suatu ciri
mencolok adalah adanya sepasang sapi dengan anak-anaknya yang di anggap keramat
yang di wariskan melalui garis keturunan pria , pemeliharaan sapi keramat di
lakukan dengan berbagai upacara desa-desa di daerah kebudayaan ini sangat padat
, dan rumah-rumah di desa di bangun dalam lingkaran-lingkaran konsentris yang
berlapis-lapis , menelilingi suatu lapangan , tempat melakukan upacara , gaya
rumahnya berbentuk silinder , melingkar atau bujur sangkar . Dindingnya rendah
, namun atapnya yang berbentuk kerucut sangat tinggi (berbeda dengan rumah gaya
sudan yang dindingnya lebih tinggi , tetapi atabnya rendah)
16. Daerah
kebudayaan Bantu Tenggara . Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku
bangsa yang di bagian utara , bermasyarakat rumpun tetapi di bagian selatan
(yakni di Natal dan Basutoland) , suku-suku bangsanya adalah masyarakat petani
, pedesaan yang berorientasi kepada kebudayaan kerajaan-kerajaan perternak ,
seperti kerajaan Zulu , Lovedu , dan Bavenda . Pada beberapa suku bangsa
peternak itu rakyat di bawah mengembara oleh rajanya untuk menyerang suku-suku
bangsa lain , perjalan yang di tempu ada kalanya sangat jauh . Contohnya adalah
suku bangsa Ngoni , yang sejak kurang lebih tahun 1820 mengembara dari Natal ke
arah Utara , melalui danau Nyasa dan Tanganyika , dan hampir mendekati danau
Victoria , lalu kembali ke arah selatan , dan sekarang menetaqp di daerah
sebelah barat danau Nyasa , di daerah Malawi .
matapencaharian
hidup suku-suku bangsa di utara terutama bertani secara menetap tanpa irigrasi
, tanaman pokoknya adalah jagung ( gandum sudan mulai jarang di daerah ini ,
dan tanaman Asia tenggara sudah tidak ada). Peternakan yang di bagian utara
merupakan matapencaharian tambahan , makin ke arah selatan menjadi makin
penting . Selain untuk di ambil susunya , hewan yang merupakan investasi
kekayaan , juga menambah ,gengsi pemiliknya , rumah-rumah di desa-desa di
bangun sekeliling suatu lapangan tempat semua ternak dikandang apabila sedang
tidak digembalakan . Bentuk rumah dii daerah kebudayaan ini sama seperti pada
suku-suku bangsa di daerah kebudayaan Bantu Barat-daya .
17. Daerah
Kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa
pemburu dan peramu yang hidup mengembara, yang disebut Bushmen. Beberapa suku
bangsa lain hidup dari peternakan (yaitu suku-suku bangsa Hottentot). Ciri-ciri
ras suku-suku bangsa di daerah kebudayaan ini jauh berbeda dari ketiga ras yang
ada (yaitu Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid), dan karena itu para ahli
antropologi fisik mengelompokkan mereka menjadi suatu ras yang khusus, yaitu
ras Bushmen. Ras Bushmen ini agaknya merupakan sisa-sisa manunia yang berpuluh
ribu tahun yang lalu tersebar luas di seluruh Afrika Timur hingga perbatasan
daerah Tanduk Afrika. Oleh para ahli prasejarah mereka di hubungkan dengan
suatu gaya kebudayaan Paleolitik hang dinamalan “gaya Stillbay
18. Daerah Kebudayaan
Madagadastar. Daerah kebudayaan ini melputi kebudayaan suku-suku bangsa
bermasyarakat rumpun, yang di daerah pantai timur hidup sebagai peladang yang
tidak mengenal irigasi dan bajak. Mereka menghuni lereng-lereng timur dari
deret Pengunungan Tengah, dan menanam padi sebagai tanaman pokoknya. Suku-suku
bangsa yang mendiami tanah renadah sebelah barat hidup dari peternakan, dan di
samping itu sedikit bercococktanam. Pendududuk Madagastar pada dasarnya
memiliki ciri-ciri ras Mongoloid Melayu (seperti penduduk Asianesia, yakni
penduduk di kepulauan di Asia, seperti Indonesia), yang paling jelas tampak
pada penduduk dataran tinggi bagian tengah. Kecuali itu penduduk Madagadastar
juga memiliki banyak ciri fisik Negroid (terutama di daerah pantai), dan
unsur-unsur Kaukasoid (yaitu Arab dan Eropa Mediterania), yang paling jelas
tampak di bagian tenggara. Bahasa suku-suku bangsa di Madagadastar dapat di
katakan seragam, dan terdiri dari logat-logat serta variasi-variasi bahasa
Malagasi. Bahasa ini termasuk keluarga bahasa-bahasa Austronesia, tetapi secara
leksikografi terdiri dari istilah-istilah Bantu dan Arab. Di sebelah barat-laut
bahasa yang utama adalah bahasa Swahili, sedang di bagian tenggara yang
terpenting adalah bahasa Arab.
7. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI ASIA
Pembagian atas Benua
Asia kedalam daerah-daerah kebudayaan yang dilakukan oleh A.L Kroeber,
sebenarnya masih sangat kasar, dan lebih banyak dibuat berdasarkan pemikirannya
sendiri daripada berdasarkan analisa dan perbandingan unsur-unsur kebudayaan
yang mendalam. Pada hakikatnya, suatu benua besar macam Asia terlalu luas untuk
dapat dibagi kedalam daerah-daerah kebudayaan, karena di versitas ciri-cirinya
terlalu besar. Karena itu sebaiknya seluruh Benua Asia di bagi ke dalam
bagian-bagian khusus, seperti Asia Barat-daya, Siberia, Asia Selatan, dan
sebagainya
Dalam sub-sub ini,
dengan beberapa perubahan kawasan Asia dibagi menurut pembagian Kroeber ke
dalam 7 bagian, yaitu: (1) daerah kebudayaan Asia Tenggara, (2) daerah
kebudayaan Asia Selatan, (3) daerah kebudayaan Asia Barat-daya, (4) daerah
kebudayaan Cina, (5) daerah kebudayaan stepa Asia Tenggara, (6) daerah
kebudayaan Siberia, dan (7) daerah kebudayaan Asia Timur-laut (lihat Peta 6).
Tiap daerah kebudayaan
tersebut di atasdigambarkan pada peta, yang mencantumkan lokasi suku bangsa
yang terpenting. Peta suku bangsa di Asia Tenggara (Filipina dan Indonesia,
termasuk Irian Jaya) tercantum pada lampiran di akhir Jilid I ini.
8. SUKU-SUKU BANGSA DI INDONESIA
Selain memilih suatu
kejuruan dari sub-ilmu dari antropologi (paleontropologi), antropologi fisik,
etnologi, antropologi sosial, dan lain-lain, para ahli antropologi biasanya
juga memilih suatu daerah tertentu, sehingga ia menjadi ahli Asia Barat-daya,
ahli Amerika utara, ahli Amerika Latin, ahli Oseania, ahli Asia Tenggara, dan
lain-lain.
Seorang ahli Asia
Tenggara,misalnya dianggap mengetahui segala seluk-beluk kehidupan masyarakat
dan kebudayaan dari semua suku bangsa yang ada di Myanmar, Muangthai, Laos,
Kamboja, Vietnam, Malaysa, Indonesia, dan Filipina, dan perna melakukan
penelitian yang mendalam pada sedikitnya dua suku bangsa (sedapat mungkin satu
di antaranya di bagian benua, dan satu lagi di bagian kepulauan).
Seorang ahli
antropologi Indonesia tentu tidk mungkin memenuhi semua syarat itu. Ia terutama
wajib mengenal berbagai bentuk masyarakat dan kebudayan di wilayah Indonesia
sendiri (termasuk Irian Jaya) dalam pembagian keturunan, antropologi secara
konvensional menelompokkan Irian Jaya dan Papua Niuginibersama dengan penduduk
Melanesia, yang di pelajari secara mendalam oleh para ahli antropologi dengan
kejuruan Melanesia atau Oseania. Selain memusatkan perahatiaannya pada wiliayah
Indonesia, seorang ahli antropologi indonesia juga wajib mengetahui cukup
banyak mengenai berbagai masyarakat dan kebudayaan negara tetangga, seperti
malaysia, Brunei, Filipina, Papua Niuginu, dan negara-negara di Asia Tenggara
umumnya.
Pada umumnya,
penggolongan berbagai suku bangsa Indonesia didasarkan pada sistem lingkaran
hukum adat yang dibuat oleh Van Vollenhoven. Pada peta 7 Indonesia dibagi ke
dalam 19 daerah sebagai berikut:
1. Aceh 9.
Gorontalo
2. Gayo-Alas dan
Batak 10. Toraja
2a.
Nias dan Batu 11.
Sulawesi Selatan
3. Minangkabau 12. Ternate
3a.
Mentawi 13.
Ambon Maluku
4. Sumatra Selatan 13a. Kepulauan Barat-Jaya
4a. Enggano 14. Irian
5.
Melayu 15. Timor
6.
Bangka dan Biliton 16. Bali
dan Lombok
7. Kalimantam 17. Jawa Tengah dan
jawa Timur
8.
Minahasa 18.
Surakarta dan Yogyakarta
8a.
Sangir-Talaud 19.
Jawa Barat
Lokasi suku-suku bangsa
di Indonesia yang masih berpedoman pada peta bahasa J. Esser, terutama untuk
daerah daerah Kalimantan, Sulawesi, belum sepenuhnya dapat di andalkan.
9.
RAS, BAHASA, DAN
KEBUDAYAAN
Sejumlah manusia dengan
ciri-ciri ras yang sama belum tentu mempunyai bahasa induk yang tergolong satu
keluarga bahasa, apalagi termasuk dalam satu daerah kebudayaan. Orang Thai,
orang Khmer, danorang Sunda, misalnya, semua memiliki ciri-ciri ras Paleo-Mongoloid, tetapi
berbeda-beda bahasa. Bahasa thai termasuk keluarga bahasa Sino-Tibetan, bahasa
khmer termasuk keluarga bahasa Austro-Asia, dan bahasa sunda termasuk keluarga
bahasaAustronesi. Demikian pula kebudayaan ketika suku bangsa itu saling
berbeda. Kebudayaan Thai da Khmer banyak dipengaruhi oleh agama Budha
Theravada, tetapi kebudayaan Sunda dipengaruhi oleh agama Islam.
Sebaliknya, perbedaan
ras ada berbagai suku bangsa tidak menghindari kemungkinan penggunaaan bahasa
yang walaupun mungkin berbeda-beda, berasal dari keluarga bahasa yang
samabahasa orang Huwa, yaitu penduduk daerah pengunungan di Mangadastar, yang
memiliki ciri-ciri ras Negroid yang tercampur dengan beberapa ciri ras
Kaukasoid Arab, tergolong induk bahasa yang sama dengan bahasa Jawa maupun
bahasa Bgu (salah satu bahasa di Irian Jaya), yaitu keluarga bahasa
Austronesia. Kebudyaan kebudayaan Huwa yang di klasifikasikan ke dalam daerah
kebudayaan Madagastar, di zaman yang lampau banyak di pengaruhi oleh kebudayaan
Imerina. Kebudayaan orang Huwa adalah kebudayaan agraris, dan riliginya yang
asli telah mendapat pengaruh agama Katolok.
Kebudayaan Jawa juga
merupakan kebudayaan agraris. Masyarakat Jawa sebagian besar hidup di daerah
pedesaan yang sejak abad ke-9 secara bergantian dikuasai oleh sejumlah kerajaan
kuno yang manganut agama Hindu dan Budha Mahayana, dan kemudian mendapat
pengaruh agama Islam. Para ahli menggolongkan kebudayaan Jawa jedalam lingkaran
hukum adat Jawa-Madura. Orang Bgu adalah peramu sagu yang tinggal dalam
desa-desa kecil sepanjang lembah sugai dekat rawa-rawa serta hutan-hutan sagu.
Sistem religi penduduk asli kini sudah banyak di pengaruhi oleh agama Kristen
yang diajarkan oleh para pendeta Belanda.
di zaman sekarang
tampak suatu perkkembangan baru, yaitu bahwa sejumlah orang yang memiliki
ciri-ciri ras yang berbeda-beda, menganut kebudayaan yang sama. Hal ini banyak
terjadi di negara-negara besar sekarang. Warga negara Amerika Serikat yang
berasal dari berbagai ras, yaitu ras Kaukasoid (penduduk yang berasal dari
Eropa), ras Negroid (penduduk berkulit hitam), ras Mongoloid Amerika (orang
Indian), dan ras Mongoloid (penduduk Amerika keturunan Cina, Jepang, dan
lain-lain, semuanya kini mempunyai kebudayaan yang sama. Demikian juga halnya
dengan berbagai negara di Eropa.
Dari contoh-contoh di
atas bahwa berbagai ras yang ada di dunia (lihat peta 8) telah mencapai
kematangan sejak beberapa ratusan ribu tahun yang lalu. Kemantapan proses
percabangan dan penyebaran keluarga-keluarga bahasa Asia, Eropa, Afrika,
Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan (lihat peta 9, 10, 11, dan
12) baru berlangsung sesudahnya, yang disusul dengan pembentukan serta
penyebaran beragam kebudayaan, yaitu pada akhir zaman prasejarah dan
sesudahnya, sampai sekitar 3.000-4.000 taha yang lalu.
Perkembangan komunikasi
yang makin meluas sekarang ini menyebabkan bahwa pembauran antara berbagai ras,
bahasa, dan kebudayaan berlangsung makin intensif. Walaupun demikian, untuk
kepentingan analisa antropologi, kita perlu mengetahui pola penyebaran yang
perna terjadi. Pola penyabaran dari berbagai kebudayaan di muka bumi ini dapat
dianalisa dengan menggunakan peta-peta daerah kebudayaan terurai di atas
sebagai pedoman.
10.
BACAAN UNTUK MEMPERDALAM PENGERTIAN
Atlas (1938) Atlas
Van Tropisch. Amsterdam: Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap.
Bernatzik,
H. (editor) (1930) Die Grosse Voelkerkunder. Leipzig.
Cooper, J.M (1925) “A
Preliminary And Culture Areas In Southen South America”, dalam: congress
International Des Americanists,XXI:hlm. 406-421.
Herskovits, M.J. (1969)
“A Preliminary Consideration Of The Cultuter Areas Of Africa”. Dalam: American
Anthropology, XXVI: hlm. 50-63.
Koentjaraningrat [1969]
Atlas Etnografi sedunia jakarta:Dian rakyat
----[1970]keseragaman
dan aneka warna masyrakat irian barat.jakarta,seri monografi LIPI NO.1/4.
Kroebet, A.L
(1947) “Culture Groupings In Asia”, dalam : southwestren
journal of Anthropology”, III : Hlm. 322-330.
----(1931)
“The Culture Area Concept of clark wissler”, Dalam : Methods in science. Redaksi S.A. Rice Chicago
: University of chicago press. Hlm 248-265.
Lebar, F.M.
(editor) (1972) Ethnics Groups of insular southeast Asia. New Haven : Human
Relations Area files. Jilid I : Indonesia, Andaman islands, madagasacar; jilid
II: Philippines.
Mandelbaum,
D.G. (1955) “ The study of complex civilizations”, dalam yearbook of Anthropology.
Redaksi W.L thomas . chicago: wenner –Gren foundation for antropological research
. Hlm 203-225
Murdock, G.P (1948)
Antrhopology in micronesia. New york, transaction of the new york academy of
science, series 2, II, I : Hlm 9-16.
---- (1951) Outline of south
american cultural. New haven : human relations area files.
----(1959) Afrika : its peoples
and their cultural history, new york: McGraw Hill Company
---(1975) “world ethnographic
sample”, dalam : american antrhopology,
LIX : Hlm 666-687.
Spencer, R.F (1956) “an
ethno-atlas (a student’s manual of tribal linguistic and racial groups).
Dubuque, W,M,C
Schmidt, W.
(1926) Die sprachfamilien und sprachen kreise der erde. Heidelberg.
Steward, J.H.,
dan L.C. faron (1956) native peoples of south america. New york, toronto,
london: McGraw Hill.
Tolstov, S.P.
(Editor) (1954-57) narody mira. Izdatel’svto. Akademii naulu SSSR. Jilid
I-VIII.
Ter haar, B (1948)
adat law in indonesia. New york institute of pacific relations.
Vayda, A.P.
(1968) peoples and cultures of the pacific; an anthropological reader. New york: the natural history oress