Rabu, 20 Januari 2016

antropologi

BAB VII
ANEKA RAGAM KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT

1.      KONSEP SUKU BANGSA
Suku bangsa . Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat , baik suatu komunitas desa , kota , kelompok kekerabatan , atau lainnya memiliki suatu corak yang khas , yang terutama tampak dari orang yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri . Warga kebudayaan itu sendiri biasanya tidak menyadari dan melihat corak khas tersebut . Sebaliknya , mereka dapat melihat corak khas itu mengenai unsur-unsur yang perbedaannya sangat mencolok dibandingkan dengan kebudayaannya sendiri .
Suatu kebudayaan dapat memiliki suatu corak yang khas karena berbagai sebab , yaitu antara lain karena adanya suatu unsur kecil (dalam bentuk unsur kebudayaan fisik) yang khas dalam kebudayaan tersebut , atau karena kebudayaan itu memiliki pranata-pranata dengan suatu pola sosial khusus , atau mungkin juga karena warga kebudayaan menganut suatu tema budaya yang khusus . Sebaliknya , corak khas mungkin pula disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar , sehingga tampak berbeda dari kebudayaan –kebudayaan lain .
Kebudayaan sunda merupakan suatu kesatuan yang berbeda dari kebudayaan Jawa , Banten , Bali , dan lainnya , karena orang Sunda sendiri menyadari bahwa di antara warga Sunda ada keseragaman dalam kebudayaan yang memiliki kepribadian dan jati diri yang berbeda dengan kebudayaan lain itu . Terutama adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa , atau Bali , makin menyadarkan orang sunda akan kepribadian khusus tadi .
Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan corak khas seperti itu , yang disebut dengan istilah “ suku bangsa” (dalam bahasa Inggris disebut ethnic group, yang kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi “kelompok etnik”). Sebaiknya kita menggunakan istilah “suku bangsa” saja, karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan kelompok , melainkan golongan . Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terkait oleh kesadaran dan jati diri mereka akan kesatuan kebudayaan tidak ditentukan oleh orang luar (misalnya oleh seorang ahli antropologi , ahli kebudayaan  dan sebagainya , yang menggunakan metode-metode analisah ilmiah), melaikan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri . Kecuali itu , hendaknya dihindari penggunaan istilah “suku” saja , karena “suku” dapat memiliki makna yang berbeda-beda , seperti misalnya dalam bahasa Minangkabau atau dalam ilmu hukum ada Indonesia .
Dalam kenyataan , konsep “suku bangsa” lebih kompleks dari pada apa yang diuraikan di atas , karena batas dari kesatuan manusia yang merasa dirinya terkait oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas dan menyempit , sesuai dengan keadaan . Penduduk pulau Flores , misalnya terdiri dari berbagai suku bangsa , yaitu orang Manggarai , Ngada , Sikka , Riung , Nage-Keo , Ende dan Larantuka . Kepribadian khas mereka masing-masing di kuatkan oleh bahasa yang berbeda dan tidak dipahami oleh orang lain . Walaupun demikian , apabila warga-warga Flores yang berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda itu berada di ibu kota Jakarta , misalnya di mana mereka harus menghadapi golongan-golongan atau kelompok-kelompok suku bangsa lain bukan-flores , mereka semua akan merasa diri mereka sebagai putra-putra Flores , dan tidak sebagai orang Sikka , orang Ngada , orang Larantuka , dan sebagainya . Hal yang sama berlaku pada penduduk Irian Jaya yang terdiri dari ratusan suku bangsa . Walaupun bagi suatu analisa antropologi sebaiknya kita menggunakan konsep suku bangsa , dalam penggolongan politik atau administratif di tingkat nasional tentu lebih praktis untuk tidak menggunakan penggolongan berdasarkan suku bangsa itu .
Deskripsi mengenai kebudayaan dari suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari suatu karangan etnografi . Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali , yang terdiri dari berpuluh juta penduduk misalnya suku bangsa Sunda , maka seorang penulis antropologi tentu tak mungkin mencakup seluruh suku bangsa itu dalam deskripsinya . Karena itu biasanya hanya sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu yang dapat dilukiskan olehnya .
Etnografi yang ditulisnya misalnya hanya akan dibatasi oleh kebudayaan sunda dalam suatu (atau beberapa) desa tertentu , kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda tertentu , kebudayaan sunda dalam suatu kabupaten tertentu , kebudayaan Sunda di pegunungan , kebudayaan Sunda di daerah pantai , kebudayaan Sunda dalam lapisan sosial tertentu , dan sebagainya .
Aneka Ragam kebudayaan suku bangsa . Selain mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa , seorang ahli antropologi juga menghadapi masalah mengenai perbedaan asas dan kerumitan dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau deskripsi etnografinya . Karena itu sebaiknya kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di seluruh dunia dibedakan berdasarkan mata pencaharian dan sistem ekonominya , yaitu (1) Masyarakat pemburu dan peramu , (2) Masyarakat peternak ,(3) masyarakat peladang , (4) masyarakat nelayan , (5) masyarakat petani pedesaan , dan (6) masyarakat perkotaan kompleks .
Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu sejak paroh kedua abad ke-20 sudah hampir tidak ada lagi . Hanya mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil , atau daerah-daerah yang keadaan alamnya tidak disukai sebagai tempat tinggal (misalnya daerah pantai utara Kanada yang terlampau dingin , atau daerah gurun yang terlampau gersang), yang masih bermatapencaharian sebagai pemburu dan peramu . Daerah pantai utara Kanada dihuni oleh suku-suku Eskimo yang memburu hewan-hewan kutub , di pucuk selatan Amerika tinggal suku bangsa Ona dan Yahgan , yang hidup dari berburu dan menangkap ikan , di daerah gurun Kalihari di Afrika selatan tinggal orang Bushmen , dan di gurun Australia tinggal beberapa suku bangsa penduduk asli Australia ras Australoid sebagai pemburu hewan-hewan gurun .
Sekarang jumlah suku bangsa di dunia yang hidupnya masih tergantung dari pekerjaan berburu belum ada setengah juta orang , atau sekitar 0,01% dari seluruh penduduk dunia. Jumlah itupun makin lama makin berkurang , karena banyak di antara suku-suku bangsa seperti itu mulai menetap di kota-kota dan bekerja sebagai buruh . Walaupun demikian , perhatian para ahli antropologi terhadap kebudayaan suku bangsa yang masih melakukan suatu bentuk mata pencaharian hidup yang tertua seperti itu masih cukup besar , untuk dapat mengetahui asas-asas kehidupan masyarakat manusia . Di Indonesia suku-suku bangsa peramu masih terdapat di daerah rawa-rawa di pantai Irian Jaya , yang secara khusus meramu sagu .
Kebudayaan peternak sekarang masih terdapat di daerah-daerah padang rumput stepa atau sabana di asia barat daya , Asia Tengah , Siberia , Asia Timur-laut , Afrika timur , dan Afrika Selatan . Hewan yang mereka pelihara berbeda-beda , sesuai dengan daerah geografinya . Di daerah-daerah Oase di tengah-tengah gurun di Semenanjung Arab , tinggal suku-suku bangsa Arab Badui yang memelihara Unta , kambing , dan Kuda .  Di daerah-daerah gurun stepa dan sabana di Asia Barat-daya suku-suku bangsa Khanzah di Iran , dan pashtun di Afghanistan memelihara domba , sapi dan kuda . Daerah-daerah stepa di Asia tengah dihuni oleh berbagai suku bangsa Monggolia dan Turki , seperti Buryat , Kazakh , Kirghiz , dan Uzbek , yang memelihara Domba , kambing , unta , dan kuda , sementara mereka yang berdiam di siberia yakni suku bangsa Kulmuk , Goldi , dan Yakut ,memelihara domba dan kuda . Di daerah-daerah tundra di Asia timur-laut tinggal suku-suku bangsa Lamut , dan Gilyak , yaitu rusa reindeer . Daerah-daerah stepa dan sabana di afrika timur dan selatan di huni oleh suku-suku bangsa Bantoid yang memelihara sapi .
Suku-suku bangsa peternak hidup berpindah-pindah dari satu perkemahan ke perkemahan lain , dengan membawa ternak mereka sesuai dengan musimnya . Susu yang dihasilkan mereka buar mentega , keju serta hasil susu lainnya yang dapat disimpan lama. Selama mereka berpindah-pindah ternak , mereka yang jumlahnya mencapai beratus-ratus ekor harus di jaga agar tidak dicuri oleh kelompok-kelompok peternak lain . Oleh karena itu bangsa-bangsa peternak sering kali bersifat sangat agresif.
Kebudayaan peladang perambah hutan berada di hutan-hutan rimba tropis di daerah aliran sungai kongo (Afrika Tengah) , Asia tenggara (termasuk Indonesia) , dan daerah aliran sungai Amazon (Amerika Selatan). Semua masyarakat peladang di daerah-daerah menggunakan teknik bercocoktanam yang seragam , yang di awali dengan membersikan daerah belukar bawah , menebang pohon-pohon , lalu membakar daun , dahan serta kayu yang telah di tebang . Lahan langsung di tanami dengan persiapan seperlunya saja , dan tanpa irigrasi . Oleh karena itu lahan yang telah ditanami dua atau tiga kali sudah akan kehabisan zat-zat harannya , sehingga tidak akan menghasilkan lagi . Dengan demikian perlu di buka lahan baru di sebelahnya , yang di kerjakan dengan teknik yang sama , sampai akhirnya , sekitar 10 sampai 12 tahun , kelompok peladang tersebut di ladang yang pertama , yang sementara itu telah kembali padat di tumbuhi pohon-pohon .
Walaupun Masyarakat-masyarakat peladang seperti itu hidup berpindah-pindah , mereka umumnya memiliki desa-desa tetap. Apabila jarak desa dengan ladang mereka menjadi terlalu besar , mereka membangun gubuk-gubuk sementara di tengah ladang atau di atas pohon untuk mengawasi tanaman mereka. Bercocoktanam diladang merupakan mata pencaharian yang dapat menjadi dasar dari suatu peradaban yang kompleks , seperti peradaban indian Maya dalam abad ke-15 di Meksiko Selatan , Yukatan dan Guatemala .
Kebudayaan nelayan dapat dijumpai di daerah-daerah pantai di seluruh dunia. Desa-desa nelayan biasanya berada disekitar muara sungai atau teluk, karena tempat-tempat seperti itu lebih mudah untuk melabuhkan perahu atau biduk . Kecuali itu di suatu teluk ikan biasanya banyak terdapat , tempat mereka bertelur pada musim-musim tertentu . Dalam kebudayaan nelayan , para warga tentu mengetahui teknologi membuat perahu , cara navigasi di laut , dan disamping itu mereka juga memiliki organisasi sosial yang dapat menampung suatu sistem pembagian kerja antara pelaut-pelaut , pemilik perahu , dan orang yang membuat perahu . Sistem religi mereka biasanya terdiri dari unsur-unsur keyakinan , upacara , dan ilmu gaib yang berkaitan erat dengan persepsi dan konsepsi mereka mengenai laut .
Kebudayaan petani pedesaan sekarang merupakan perhatian utama para ahli antropologi , karena jumlah terbesar penduduk dunia sekarang memang bermatapencaharian sebagai petani tradisional , yang bercocoktanam dengan irigrasi . Para petani itu tinggal dalam komunitas-komunitas desa yang bersama dengan komunitas-komunitas desa tetangganya umumnya berada di bawah suatu kekuasaan yang lebih tinggi , yang membentuk suatu kesatuan ekonomi , sosial budaya , atau administratif yang lebih besar . Kebudayaan penduduk komunitas-komunitas desa biasanya berorientasi kepada kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi tersebut , yang lazimnya berada di kota administratif . Kebudayaan kota yang di dukung oleh penduduk yang umumnya menjalani gaya hidup pegawai , oleh para petani di desa di anggap sebagai kebudayaan yang lebih “beradap” , dan yang menjadi pedoman serta acuan mereka . Orientasi kebudayaan masyarakat pedesaan di jawa (yang pada umumnya petani tradisional) adalah kebudayaan golongan pegawai (yaitu kebudayaan “priyayi”) yang terdapat di kota-kota administratif .
Kebudayaan perkotaan yang kompleks banyak menjadi obyek penelitian para ahli antropologi setelah perang dunia II , ketika banyak daerah jajahan yang umumnya merupakan daerah-daerah multietnik menjadi merdeka . Ketika negara-negara baru itu mulai membangun ekonominya , kemakmuran yang tampak di kota-kota besar , negara-negara tersebut menjadi daya tarik bagi berjuta-juta penduduk pedesaan dengan beragam latar belakang kebudayaan , sehinggal muncul gejala hubungan interaksi antarsuku-bangsa . Selain berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat perkotaan , masalah-masalah yang muncul akibat hubungan antarsukubangsa di dalam masyarakat perkotaan menyebabkan terjadinya sub-ilmu antropologi yang di sebut “Antropologi Perkotaan”.
Pembatasan deskripsi etnografi tentang suatu kebudayaan suku bangsa tentu memerlukan suatu metode , yang secara khusus akan di uraikan dalam jilid II buku ini , mengenai pokok-pokok etnografi . Sekarang akan di uraikan terlebih dahulu bagaimana membandingkan unsur-unsur yang sama yang terdapat dalam berbagai kebudayaan suku bangsa , yang memerlukan suatu konsep yang mencakup persamaan unsur-unsur kebudayaan dari berbagai suku bangsa itu sehingga menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar , yaitu konsep “daerah kebudayaan”

2.      KONSEP DAERAH KEBUDAYAAN
Suatu “daerah kebudayaan”  adalah suatu daerah pada peta dunia yang oleh para ahli antropologi disatukan berdasarkan persamaan unsur-unsur atau ciri-ciri kebudayaan yang mencolok . Dengan penggolongan seperti itu , berbagai suku bangsa yang tersebar di suatu daerah dimuka bumi diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan persamaan , untuk memudahkan para ahli antropologi melakukan penelitian analisa komparatif .
Klasifikasi berdasarkan daerah kebudayaan mula-mula dicetuskan oleh  F.Boas , walaupun konsep itu menjadi terkenal dengan terbitnya buku  C.Wissler (murid Boas) berjudul The American Indian (1920) . Dalam buku itu Wissler membagi kebudayaan suku bangsa indian penduduk Amerika Utara ke dalam 9 daerah kebudayaan .            Ciri-ciri kebudayaan yang dijadikan dasar dari suatu penggolongan daerah kebudayaan bukan hanya unsur-unsur kebudayaan fisik saja (misalnya alat-alat yang digunakan untuk berbagai jenis mata pencaharian hidup , yaitu alat bercocoktanam , alat berburu , dan alat transpor , senjata , bentuk-bentuk ornamen , gaya pakaian , bentuk rumah , dan sebagainya) , tetapi juga unsur-unsur kebudayaan abstrak seperti unsur-unsur organisasi kemasyarakatan , sistem perekonomian , upacara keagamaan , adat-istiadat dan lain-lain.
Persamaan ciri-ciri yang mencolok dari suatu kebudayaan biasanya hadir lebih kuat pada kebudayaan-kebudayaan yang merupakan pusat dari daerah kebudayaan yang besangkutan , dan makin tipis di dalam kebudayaan –kebudayaan yang jaraknya makin jauh dari pusat tersebut.
Sifat kurang eksak yang merupakan kelemahan dari metode klasifikasi “daerah kebudayaan” tersebut telah mengundang kecaman dari kalangan para ahli antropologi sendiri , sementara upaya untuk mempertajam batas-batas dari suatu daerah kebudayaan bahkan akan mengaburkannya . Walaupun demikian , metode klasifikasi ini sampai sekarang masih banyak digunakan , karena pembagian wilayah itu dapat , memberikan gambaran yang menyeluruh kepada seorang peneliti mengenai berbagai kebudayaan yang berbeda-beda yang ada di dunia .
Pembagian daerah-daerah kebudayaan dimuka bumi akan di uraikan dalam sub-sub bab berikut ini , dengan perhatian khusus terhadap daerah kebudayaan di Asia tenggara dan Indonesia.

3.      DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI AMERIKA UTARA
Kesembilan daerah kebudayaan di amerika utra menurut klasifikasi  C.Wissler yang tergambar pada peta 2 adalah :
1.      Daerah kebudayaan Eskimo , yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa pemburu hewan laut yang tinggal di pantai utara dan barat Laut Kanada , serta pulau-pulau yang berhadapan dengan Kanada yaitu Bafinland , Greenland , dan lain-lain . Penduduk daerah-daerah yang beradaptasi dengan lingkungan tanpa pohon dan suhu yang sangat rendah ini adalah antara lain suku bangsa Eskimo Nunivakmiut di Alaska , Eskimo Iglulik di pantai bagian Utara dari teluk Hudson , dan Eskimo Angmasalik di pantai tenggara pulau Greenland

2.      Daerah kebudayaan Yukon Mackenzie , yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa pemburu hewan yang terdapat di dalam hutan koniferus di Kanada Barat-laut (misalnya beruang) , penangkap ikan di sungai yukon ,sungai mackenzie , dan sungai-sungai kecil lainnya . Di beberpa tempat ada suku-suku bangsa yang dalam musim tertentu berburu rusa reindeer. Salju lembut yang banyak terdapat , menyebabkan berkembangnya sepatu salju . Contoh dari suku-suku bangsa daerah kebudayaan ini adalah Tanana di hulu sungai yukon , Kaska di hulu sungai Mackenzie , dan Chipwayan di daerah danau-danau Kanada Utara


3.      Daerah Kebudayaan pantai barat laut , yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tinggal di desa-desa tepi pantai barat laut Kanada dan pulau-pulau diseberangnya. Suku-suku bangsa bermatapencaharian seperti nelayan (terutama menangkap ikan salm , dan ikan paus) . Ciri-ciri yang mencolok dalam kebudayaan adalah upacara-upacara totenisme , seni patung katu , seni tenun , adat-istiadat yang berhubungan dengan potlatch  , yaitu pesta-pesta besar yang digunakan oleh berbagai kelompok kerabat dari berbagai desa untuk memamerkan kekayaannya masing-masing secara berlebihan . Contohnya adalah suku bangsa Tlingit , Haida , dan Kwakiutl.

4.      Daerah kebudayaan dataran tinggi , yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun di musim dingin tinggal di dalam rumah-rumah yang sebagian berada di atas permukaan tanah , dan dalam musim panas tingga di rumah-rumah yang terbuat dari jerami . Suku-suku bangsa neelaya dan peramu itu adalah suku bangsa Kuteni , Klamat , dan Yurok .


5.      Daerah kebudayaan Plains , yang terdiri dari kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakan rumpun yang hingga akhir abad ke-19 tersebar di daerah stepa yang terbentang antara sungai Mississippi dan deret pegunungan Rocky . Mereka hidup dari berburu banteng bison , yang mereka lakukan dengan mengendarai kuda . Dengan kandasnya banteng bison , orang-orang india Crow , Omaha dan Comanche yang juga disebut indian praire , ini telah mulai melakukan pekerjaan lain dan banyak yang telah tinggal di kota.
6.      Daerah Kebudayaan hutan timur , yang meliputi kebudayaan sukuu-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah sekitar timur-laut Amerika utara , dan hidup sebagai petani menetap , dengan tanaman pokok jagung. Dalam musim panas , suku-suku bangsa ini umumnya tinggal dalam ruumah panjang yang terbuat dari kulit pohon , dan dalam musim dingin dalam rumah yang juga terbuat dari kulit pohon yang membungkus kerangka berbentuk kerucut (wigwam) . Contohnya adalah suku bangsa Winnebago , Huron , Iroqouis .
7.      Daerah kebudayaan dataran kalifornia (California Great Basin) , yang meliputi kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun yang pekerjaannya berburu dan meramu biji-bijian. Mereka tinggal dalam rumah-rumah jerami , dan terkenal karena keindahan seni anyamannya . Contoh adalah suku bangsa Miwok , Washo , dan Ute .
8.      Daerah kebudayaan barat daya , yang meliputi kebudayaan-kebudayaan suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah gurun dan setengah gurun , dan bertani secara intensif di lembah-lembah sungai . Suku-suku bangsa ini dalam rumah-rumah tingkat berbentuk persegi yang terbuat dari tanah liat (pueblo), yang demi keamanan bnyak dibangun di puncak gunung karam yang curam .contoh suku-suku bangsa ini adalah Apache ,Navaho , Zuni , Pueblo , Hopi Pueblo , dan Santa Clara Pueblo .
9.      Daerah kebudayaan tenggara , yang meliputi kebudayaan-kebudayaan suku bangsa petani ,yang bercocoktanam secara intensif dengan menggunakan cangkul . Tanaman pokok mereka adalah jagung , berbagai jenis labu , dan tembakau . Suku-suku bangsa pemuja matahari yang tinggal di dalam rumah-rumah panjang ini tergabung dalam federasi-federasi desa yang luas . Contohnya adalah suku bangsa Cherokee , Seminole , dan Choctow .
10. Daerah kebudayaan Meksiko , yang meliputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rakyat pedesaan yang berorientasi kepada peradaban kota yang banyak terpengaruh kebudayaan Spanyol dan Agama Katolik . Sebelum kedatangan orang Spanyol , rakyat desa berorientasi terhadap peradaban tinggi di kota-kota besar yang membangun kuil-kuil , indah yang merupakan pusat pemujaan matahari . Di kuil-kuil tersebut dilakukan upacara-upacara besar dengan korban manusia. Rakya didesa hidup sebagai peladang yang menanam jangung , kentang , berbagai jenis labu , tembakau , dan kapas sebagai tanaman pokok.

4. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN AMERIKA LATIN
J.M Cooper adalah orang yang pertama kali menggolongkan benua amerika bagian tengah dan selatan kedalam kebudayaan Amerika Latin , yang terdiri dari 4 tipe kebudayaan yang disebutnya :
1.Circum Caribbean cultures
2.Andean Civilization
3.Tropical Forest cultures
4.Marginal Cultures .
Sistem penggolongan itu juga digunakan sebagai dasar dari buku yang terdiri dari 6 jilid mengenai penduduk pribumi Amerika Latin ,yang disusun oleh 90 orang ahli dan di redaksi oleh J.H Steward berjudul Handbook Of the South American Indians.
G.P Murdock telah membuat suatu sistem pembagian daerah kebudayaan yang lebih rinci, yaitu dengan membagi seluruh benua Amerika ke dalam 24 daerah kebudayaan . Klasifikasi itu juga memperhitungkan perbedaan-perbedaan sistem kekerabatan dan perbedaan-perbedaan linguistik . Namun karena klasifikasi ini di anggap kurang praktis , para ahli antropologi jarang menggunakannya .
Dalam buku J.H steward dan L.C Faron , Native Peoples Of South America  (1959) yang merupakan ikhtisar dari bahan dalam buku Handbook Of The South            American Indians , sistem klasifikasi Cooper masih digunakan , namun sistem klasifikasi itu di ubah menjadi lima tipe yaitu :
1.cultures with teocratic and militaristic chiefdoms
2.Andean cultures
3.Southern Andean cultures
4.Tropical forest cultures
5.cultures of nomadic hunters and gatherers .
Berbeda dengan sistem pembagian kebudayaan yang lazim , sistem dalam buku steward dan Faron ini juga memperhitungkan enclaves dari kebudayaan-kebudayaan suatu tipe yang tersebar terakhir atau berada dalam daerah kebudayaan tipe lain (lihat peta 3) .
Sistem yang tersebut terakhir ini juga di gunakan dalam buku ini . Tipe yang pertama yaitu Cultures with teoratic and militaristic ciefdoms di sini diterjemahkan dengan “kebudayaan-kebudayaan dengan sistem kenegaraan (atau Kerajaan) kecil”, untuk menghindari pemakain istilah cacique dalam bahasa spanyol yang terdapat dalam sumber-sumber Spanyol abad ke-17 mengenai kebudayaan . Dalam buku ini tipe-tipe selanjutnya di terjemahkan sebagai beriku :
(2) Kebudayaan Andes
(3) Kebudayaan Andes Selatan
(4) Kebudayaan Rimba Tropis
(5) Kebudayaan-kebudayaan Pemburu dan Peramu .
Daerah-daerah kebudayaan dengan sistem kenegaraan (atau kerajaan kecil) , yang dulu maupun sekarang tersebar di kepulauan Karibia , Venezuela , Columbia bagian utara , Equador , dan Bolivia bagian timur , umkumnya sampai kedatangan orang spanyol , telah mengembangkan oraganisasi-organisasi kemasyarakatan yang melampaui batas desa , misalnya berupa federasi antar desa. Organisasi semacam ini terbantuk karena terjadi penggabungan akibat perang , tetapi dapat juga menunjukan sistem organisasi kenegaraan atau kerajaan kecil . Kerajaan-kerjaan seperti itu antara lain Guetar di panama , Chibcha di Colombia , dan Equador dan Chula di Colombia , di zaman dahulu umumnya mengembangkan suatu sistem upacara , seperti perhiasan serta bangunan-bangunan suci yang indah , yang memperlihatkan pengaruh peradaban Andes .
Daerah kebudayaan Andes meliputi daerah kebudayaan sebelum masa jaya kerjaan Inca di pegunungan Andes , dan kebudayaan suku-suku bangsa india seperti Campa dan Inca , setelah runtuhnya kerjaan Inca di Peru dan Bolivia Bagian barat .
Daerah kebudayaan Andes Selatan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Chili bagian utara dan Argentina , yang tidak pernah memiliki sistem organisasi sosial yang luas seperti sistem fedirasi antardesa atau negara kecil , tetapi yang dalam kebudayaan kebendaan dan tegnologinya mendapat pengaruh dari peradaban Andes . Contohnya adala suku-suku bangsa Antacama , Diaguita dan Araucania .
Daerah kebudayaan rimba tropis , meliputi kebudayaan suku-suku bangsa penduduk daerah perairan sungai Amazon umumnya bercocoktanam di ladang , dan tinggal di dalam desa-desa tetap . Contohnya adalah suku bangsa Jivaro , Tupinamba , dan Mundurucu .
Daerah kebudayaan pemburu dan peramu adalah daerah kebudayaan yang oleh Cooper disebut marginal cultural area  , dan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang tidak mengenal pertanian . Banyak di antaranya memiliki pola hidup yang “marjinal” (berada pada batas kewajaran kehidupan manusia) , dan teknik berburu maupun jenis hewan yang di buru atau jenis tanaman yang di ramu , sangat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya .
Suku bangsa pemburu Chono , Ona , dan Yahgan di chili selatan , misalnya menggantungkan hidupnya dari peenangkapan karang sementara berbagai suku bangsa lain di Argentina , hingga kira-kira awal abad ini masih berburu guanaco (yaitu sejenis unta) . Banyak dari suku-suku bangsa ini sekarang sudah hidup sebagai petani , atau peternak , atau mencari kehidupan di kota . Suku-suku bangsa lain seperti Guaycuru , Guana dan Mbaya yang hidup di daerah sabana dan padang-padang belukar di daraten Gran Chaco , bermatapencaharian sebagai peramu , tetapi juga sebagai pemburu dan penangkap ikan . Berbagai suku bangsa lain di bolivia timur dan suku bangsa Nambicuara di Brazil masih hidup berburuh di daerah hutan rimba tropik, sementara berbagai suku bangsa lain , yang di sebut aquatic nomads (suku banggsa pemburu akiatik) , seperti suku bangsa Yuraro , di Columbia Timur dan Mura di Brazil hidup dari menangkap ikan dan sungai dari rawa-rawa.
5.      BAGIAN-BAGIAN KAWASAN GEOGRAFI DI OSEANIA
Berbagai kebudayaan pendudukan kepulauan samudra pasifik belum seluruhnya di bagi dalam berbagai daerah kebudayaan , karena memang lebih mudah menggolongkan beragam kebudayaan yang tersebar di ratusan pulau itu bedasarkan keempat sub-kawasan geografis , yakni kebudayaan-kebudayaan penduduk asli Australia , kebudayaan penduduk Irian dan Melenisia kebudayaan penduduk Mikronesia dan kebudayaan penduduk polynesia .
Australia adalah suatu benua yang letaknya terpencil , Melanesia adalah deretan pulau-pulau yang sebenarnya merupakan pegunungan karang yang melingkari pantai timur Australia , mulai dari Irian hingga Selandia Baru , Mikronesia merupakan gugusan atol dibagian barat samudra pasifik dan Polynesia adalah sub-kawasan kepulauan yang terdiri dari semua tipe , yaitu kepulauan gunung berapi , kepulauan padas , kepulauan atol ,dan tipe-tipe lain yang terletak dlam segitiga Selandia-baru , Kepulauan Paskah dan kepulauan Hawaii .
Walaupun pembagian itu terutama berdasarkan ciri-ciri geografi , tampak juga perbedaan umum mengenai ciri-ciri fisik , bahasa , dan sistem kemasyarakatan dan kebudayaan penduduknya .
penduduk pribumi Australia memiliki ciri-ciri ras yang dalam antropologi fisik di sebut “kompleks ciri-ciri Australoid” walaupun terdesak kedaerah-daerah yang paling buruk keadaan alamnya , sampai kini mereka mampu bertahan hidup dengan berburu yaitu jenis matapencaharian yang di anggap sebagai sisa-sisa kebudayaan manusia yang tertua di samping meramu tanpa mengalami perubahan yang berarti .
Penduduk Melanisia (termasuk Irian) memiliki ciri-cri khas melanesoid . Dari segi bahasanya penduduk melanesia pada umumnya mengujar berbagai bahasa yang bersama dengan bahasa-bahasa penduduk Mikronesia dan Polynesia dan bahkan dengan bahasa-bahasa indonesia ( keculi sebagian besar bahasa-bahasa di pedalaman Irian) , Filipina , Taiwan , dan Madagaskar dapat digolongkan dlam suatu rumpun bahasa Austronesia .
Dari segi etnografi , kebudayaan-kebudayaan penduduk melanesiamemperlihatkan adanya beberapa ciri yang khas , yaitu antara lain (i) sistem sosial berdasarkan kegiatan berkebun (dalam skala kecil) , yang dilakukan dengan atau tanpa adanya kegiatan meramu sagu , (ii) adanya kompleks unsur-unsur yang ada hubungannya dengan upacara balai keramat untuk pria , (iii) upacara inisiasi berikut sistem lambang totenisme , (iv) Kompleks upacara pesta babi , dan (v) gerakan raja adil .
penduduk mikronesia yang tinggal di pulau-pulau atol yang kecil dengan pekerjaan berkebun ( secara kecil-kecilan) dan menangkap ikan secara besar-besaran , pada umumnya mengujar bahasa-bahasa yang sekeluarga , tetapi juga menunjukan persamaan dalam sistem mata pencaharian dan kemasyarakatan .
Selain bahasa-bahasanya , penduduk polynesia yang memiliki ciri-ciri ras polynesia , sebenarnya belum banyak di teliti dan di analisa . Kebudyaan –kebudayaan penduduk polynesia , sangat beragam , yaitu dari sangat sederhana , hingga kebudayaan masyarakat yang berbentuk kerajaan . Suatu hal yang sama pada hampis semua kebudayan di polynesia adalah berkembangnya kebudayaan maritim yang maju , termasuk kepandaian membuat perahu bercadik , yang mampu mengarungi lautan , dan keahlian dalam navigasi .
6.      DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI AFRIKA
Kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Afrika ( kecuali Madagaskan) yang beranekaragam untuk pertama kali diklasifikasikan ke dalam 10 daerah kebudayaan oleh ahli Antropologi Amerika , M.J Herskovits . Seperti tampak pada peta 4 , sistem tersebut masih sangat kasar dan impresionistis , namun klasifikasi Herskovits boleh di katakan cukup memuaskan untuk zaman ketika pengetahuan orang Amerika mengenai Afrika masih berada pada taraf awal perkembangannya , pada waktu pengetahuan para ahli prancis , Inggris , Belgia , Jerman , dan Itlia baru terbatas pada daerah-daerah jajahan mereka masing-masing , dan belum meluas sampai benua Afrika .
Dalam tahun 1955 para ahli linguistik Amerika , antara lain J.H Greenberg , telah selesai mengklasifikasikan bahasa-bahasa di Afrika kedalam rumpun-rumpun dan keluarga-keluarga bahasa . Berbeda dengan Indonesia , klasifikasi bahasa-bahasa di Afrika tak dapat digunakan untuk membuat suatu klasifikasi kebudayaan .
Dalam bukunya tentang Afrika , G.P Murdock membagi benua Afrika ke dalam 38 daerah kebudayaan yang disebutnya culture areas . Klasifikasi ini lebih rinci dari pada klasifikasi Herskovits , karena Murdock memasukan unsur-unsur perbedaan bahasa dan sistem kekerabatan kedalamnya , sehingga hal itu malahan menghilangkan gambaran umumnya . Bagi Afrika diperlukan suatu sistem klasifikasi yang sifatnya lebih luas . Tetapi bagi daerah-daerah yang lebih khusus , seperti Indonesia sistrm klasifikasi yang rinci dapat digunakan .
karena sistem klasifikasi Herskovits terlalu kasar , sedang klasifikasi Murdock kurang memberikan gambaran yang menyeluruh , penulis sendiri telah mencoba mengkombinasikan kedua sistem tersebut , sehingga cdi peroles suatu sistem yang membagi Afrika dan Madagaskar ke dalam 18 daerah kebudayaan . Berbeda dengan Murdock yang menggambarkan batas-batas daerah –daerah kebudayaan sesuai dengan daerah-daerah persebaran , suku-suku bangsa , sehingga garis-garisnya berliku-liku , penulis menggambarkan sebagai garis-garis lurus . Daerah Sahara dan Hulu tengah sungai Nil dalam susunan daerah kebudayaan menurut hemat penulis sebenarnya tidak merupak dua daerah kebudayaan , melaikan daerah geografi , karena dalam kedua daerah itu tidak terdapat ciri-ciri yang seraga, ( lihat peta 5 )
1. Daerah kebudayaan Afrika Utara . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah kebudayaan suku-suku yang sepanjang sejarah mengalami sejarah yang kurang lebih sama , sehingga walaupun asalnya beranekaragam , namun ciri-ciri lahir menampakkan keseragaman . Suku-suku bangsa tersebut umumnya adalah , petani yang mengerjakan tanahnya secara intensif dengan bajak , dan menggunakan sistem pengairan irigrasi . Disamping itu mereka juga berternak kambing , sapi dan keledai . Kebudayaan petani pedesaan berber ang tergolong ras Kaukasoid dan umunya beragama Islam , berorientasi kepada suatu peradaban kota yang merupakan perpaduan kebudayaan Funia , Mesir , Yunani , Rumawi , Vandals dari Germania , Byzanthium . Kebudayaan dan Agama Islam dari zaman Khalifah Abbassiyah , kebudayaan Yahudi , Agama Islam abad ke-12 , Islam dari Spanyol dan Islam dari zaman kejayaan negeri Turki .                                         Kecuali itu , kebudayaan rakyat petani pedesaan ini juga mendapat pengaruh besar dari kebudayaan peternak Arab Badui , yang melakukan Migrasi besar-besaran ke Afrika Utara dalam abad ke-11 dan abad ke-12 , dan yang hingga kini masih mengembara di daerah itu bersama ternak kambing dan untanya .
2.Daerah kehidupan Hilir Sungai Nil .daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani yang bercocoktanam secara intensif dengan bajak dan irigrasi . Di daerah-daerah sepanjang lembah-lembah sungai yang subur. Kebudayaan rakyat pedesaan ras Kaukasoid yang di sebut orang mesir ini , berorientasi kepada suatu peradaban yang tinggi yang telah berumur berabad-abad lamanya , yang di awali dengan kepribadian yang khusus dan unik ( yaitu di zaman raja-raja farao) , dan kemudian dengan masuknya pengaruh unsur-unsur kebudayaan Yunani , Byzanthium , Islam , dan Turki .
3. Daerah kebudayaan Sahara . Daerah geografi ini meliputi daerah kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup menetap dalm masyarakat rumpun , maupun suku-suku bangsa peternak yang hidup mengembara .  Suku-suku bangsa ini hidup di lembah-lembah sungai , daerah sekitar mata air (oase) , dan daerah-daerah di mana air masih dapat diperoleh dengan menggali sumur . Di sebagian timur gurun Sahara ,suku-suku bangsa serupa itu secara dominan termasuk ras negroid , di bagian tengah dominan adalah orang berber dan di bagian-bagian barat ada suku-suku bangsa Arab atau Berber yang telah banyak di pengaruh oleh kebudayaan Arab .                                                 Kecuali bercocoktanam atau berternak , rumpun-rumpun Negro , Berber dan Arab tadi sejak berabad-abad hingga sekarang juga hidup dari perdagangan dan membawa barang-barang membawa dagangannya melintasi daerah gurun melalui jalur-jalur yang tetap . Ciri lain yang mencolok yang memiliki suku bangsa Tuareg dan Negroid di daerah itu Adalah adanya kasta-kasta hina yang terdiri dari tukang-tukang pembuat Logam , pengrajin kulit , dan para pengamen .
4.  Daerah kebudayaan sudan barat . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah-daerah kebudayaan suku-suku bangsa peladang berpindah , yang tidak menggunakan irigrasi dan bajak , tetapi menggunakan cangkul untuk mengolah tanah . Tanaman pokoknya adalah Gandum Sudan (sorghum dan Fonio) selain itu mereka juga berternak sapi ,wqalaupun hewan itu tidak dipelihara untuk mendapatkan susu atau dagingnya melainkan untuk menaikan genggsi yang empunya (misalnya untuk mas kawin) . Kebudayaan rakyat pedesaan berorientasi terhadap peradaban-peradaban tinggi yang sejak berabad-abad lamanya berpusat di kota-kota besar dan pusat-pusat kerajaan seperti Ghana Kuno , Mali Kuno ,Songhai , Bambara dan lain-lain . Sejak kedatangan agama Islam melalui rute-rute perdagangan kafilah yang melintasi Sahara ,hampir seluruh suku bangsa Negroid ini memeluk Agama dan kebudayaan Islam . Ciri-ciri yang mencolok dari kebudayaan rakyat pedesaan itu adalah , antara lain :
a.    tingkat-tingkat umur bagi pria , yang masing-masing memiliki fungsi sosial dan harus dilalui dengan upacara inisiasi .
b.   Kedudukan tukang pandai besi , tukang pengrajin kulit , serta pengamen dan penari jalanan yang di anggap hina .
c.    Adanya jabatan “sebagai tuan pengawas tanah” dalam pimipinan desa yang sifatnya setengah keramat .
d.   Pola perkampungan yang padat , dengan rumah-rumah yang berbentuk bulat dengan atap yang berbentuk kerucut (gaya sudan)
5.  Daerah Kebudayaan Sudan Timur . Daerah tengah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani yang hidup dari bertani menetap dengan irigrasi dengan tanaman pokok gandum sudan (jenis tanaman yang di tanam suku-suku bangsa yang tingga di bagian selatan daerah kebudayaan ini adalah kompleks tanaman pokok Asia Tenggara , yakni keladi , ubi , dan pisang). Bercocoktanam terutama merupakan pekerjaan wanita , sedang peternakan yang juga merupakan matapencaharian hidup yang sangat penting , secara khusus merupakan pekerjaan pria . Ternak yang merupakan unsur mas kawin yang sangat penting , secara khusus merupakan pekerjaan penting , di ambil susunya untuk membuat mentega dan keju . Letak rumah-rumah bergaya Sudan di daerah kebudayaan ini saling berjauhan ,dengan perkarangan-perkarangan yang luas yang memisahkan rumah yang satu dengan yang lainnya . Ciri-ciri yang mencolok adalah sistem kenegaraan dengan dasar-dasar organisasi kerajaan raja-raja Farao .
6. Daerah Kebudayaan Hulu Tengah Sungai Nil . Daerah  yang oleh Murdock di juluki daerah Nile Corridor, bukan suatu daerah kebudayaan melainkan daerah geografi yang sejak berabad-abad menjadi semacam jalur masuknya berbagai pengaruh kebudayaan kepedalaman Afrika . Kebudayaan-kebudayaan daerah tengah sungai Nil tidak seragam . Salah satu kebudayaan di daerah ini adalah kebudayaan suku bangsa Nubia yang melakukan pertanian secara intensif dengan irigrasi dan bajak lembah sungai Nil . Orang Nubia Berorientasi kepada suatu peradaban kuno yang di zaman dahulu berpusat di kota Napata dan Meru . Peradaban ini mendapatkan pengaruh unsur-unsur kebudayaan Mesir di zaman Farao , unsur-unsuur agama Nasrani Byzanthium , dan sejak 8 abad yang lalu mendapat pengaruh unsur-unsur agama Islam . Di daerah pegunungan Kordofan tinggal suku bangsa Nuban (yang walaupun sama-sama memiliki ciri-ciri Negroid , berbeda dega Nubia terurai di atas yang bertani dengan irigrasi tetapi tidak menggunakan bajak) . Selain itu di daerah kebudayaan ini ada suku bangsa Arab bagara yang berternak unta dan kambing yang mengambara dari satu daerah ke daerah lain dalam kelompok-kelompok sambi menggembalakan ternak mmereka . Suku bangsa Arab yang beragama Islam ini tiba di daerah Hilir sungai Nil dalam abad ke-12 dan abad ke-13 Masehi .
7. Daerah Kebudayaan Afrika Tengah . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah-daerah suku-suku bangsa Negroid  yang merupakan peladang-peladang berpindah dan merupakan masyarakat-masyrakat rumpun . Mereka tidak mengenal irigrasi maupun Bajak , dan menanam tanaman pokk Keladi , ubi dan pisang (yakni tanaman asli Asia Tenggara) , gandum , Sudan , Gandum eleusine(tanaman asli Ethiopia) , jagung dan singkong ( tanaman asli Amerika) . Peternakan yang tidak menghasilkan susu di anggap tidak penting dan makin kearah selatan , mata pencaharian beternak makin berkurang sampai akhirnya hilang sama sekali . Ciri-ciri yang mencolok dari kebudayaan-kebudayaan daerah ini adalah antara lain pembyaran mas kawin dengan alat-alat yang terbuat dari besi , pola perkampungan yang menyebar luas , berbentuk rumah bergaya Sudan di bagian utara , dan makin ke selatan berbentuk persegi dengan atap terbentuk Piramida (gaya bantu) tiadanya bentuk-bentuk organisasi sosial yang lebih tinggi dari pada desa (misalnya federasi desa atau negara) , kecuali pada suku bangsa Mambetu , Azande dan beberapa Lainnya .
8. Daerah Kebudayaan Hulu Selatan Sungai Nil. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan masyarakat rumpun yang bermata pencaharian sebagai peternak yang menetap ( jadi tidak mengembara) di daerah-daerah sabana di sudan selatan . Hewan peliharaan yang terpenting adalah sapi . Adakalanya mereka juga bertani sebagai pekerjaan sambilan . Suku-suku bangsa ini memiliki ciri ras Negroid yang umum , tetapi suatu ciri yang khusus adalah tubuh mereka yang tinggi dan sangat ramping . Selain ciri-ciri fisik itu , yang juga di sebut ciri-ciri Nilote , suku-suku bangsa di daerah ini mengujar bahasa yang sama .
9. Daerah Kebudayaan Tanduk Afrika. Daerah kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa peternak yang mendiami lembah-lembah sungai di dataran tinggi Ethiopia . Di samping berterak mereka juga bertani secara intensif dengan irigrasi dan bajak . Kebudayaan rakyat pedesaan memiliki ciri-ciri ras Kaukasoid tetapi berbahasa semit ini berorientasi kepada peradaban kota yang berdasarkan Agama Nasrani Yunani .
10.  Daerah Kebudayaan Pantai Guinea. Daerah kebudayaan ini meliputi suku-suku bangsa peladang berpindah yang memiliki ciri-ciri ras Negroid . Merea berladang tanpa irigrasidan bajak , dengan tanaman pokok gandum sudan dengan sebagia suku bangsa suku bangsa di daerah kebudayaan ini , dan tanaman Asi tenggara (yaitu , keladi , ubi , jagung) , atau berbagai tanaman Amerika ( yaitu ubi dan jagung ) pada bagian lainnya. Peternakan sangat sedikit dilakukan . Kebudayaan rakyat pedesaan ini berorientasi kepada peradaban kota yang juga merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan kecil . Raja-rajanya di anggap kramat , dan upacara-upacara yang di adakan di istana raja sangat rumit . Jumlah pejabat istana sangat banyak dan ada tiga jabatan ratu , yaitu sebagai ratu ibu raja , sebagai ratu istri utama raja , dan sebagai ratu kakak raja . Contoh daari kerajaan seperti itu adalah Dahomey Ashanti ( sekarang Ghana bagian selatan) , Ife ( suku bangsa Yoruba di Negeria selatan) , dan Benin ( suku bangsa Edo di Negeria Selatan) . Ciri-ciri yang mencolok di kebudayaan petani ini adalah antara lain (i) Sistim tingkat umur dan upacara inisiasi yang berat dan fungsi-fungsi sosial yang khas ,(ii) desa-desa yang mengelomopok padat , degan rumah-rumah yang berbentuk persegi dan beratap gaya bantu . Selain suku-suku bangsa petan tersebut , ada suku-suku bangsa yang bermasyarakat rumpun , yang tidak berorientasi kepada peradaban-peradaban tinggi.
11. Daerah Kebudayaan Bantu Khatulistiwa . Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang berladang berpindah-pindah di daerah hutan tropik tanpa irigrasi dan bajak , tanaman pokoknya adalah keladi , ubi , dan ppisang ( tanaman khas Asia tenggara) , dan menanam gandum sudan sebagai tambahan , peternakan hampir tidak ada . Ciri-ciri yang mencolok adalah (i) adat bride service ( adat mas kawin umumnya tidak di kenal di daerah ini ) dan kanibalisme (di zaman dahulu) , (ii) desa-desa yang padat dengan rumah-rumah gaya Bantu. Sebagian besar suku-suku bangsa ini tidak mengenal kenegaraan , kecuali siuku bangsa Baluba , yang dalam Abad ke-17 mendirikan negara Baluba yang kuat .
12.Daerah kebudayaan bantu danau-danau . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa petani yang telah mengelolah tanah secara intensif dan irigrasi . Mereka mendiami lereng-lereng pegunungan yang di kelilingi danau-danau besar , Victoria , Kioga , Albert , Edward , Kivu , dan Tanganyika . Kebudayaan para petani di desa berorientasi kepada peradaban tinggi di kota-kota pusat kerajaan misalnya negara Baganda , Ruwanda , dan Urundi yang memiliki struktur pemerintahan yang agaknya di pengaruhi oleh kerajaan-kerajaan yang berada di tanduk Afrika . Kecuali bertani , rakya pedesaan juga beternak menghasilkan mentega dan keju ( memerah susu khusus adalah pekerjaan pria) . Di negara Belanda misalnya pekerjaan beternak banyak diserahkan kepada orang Bahima , yaitu suatu suku bangsa yang beberapa abad yang lalu bermigrasi dari daerah Hulu sungai Nil ke daerah danau-danau .
Ciri-ciri yang mencolok dari daerah kebudayaan ini adalah (i) pembayaran mas kawin dengan ternak , (ii)sistem tingkat-tingkat umur dengan upacara-upacara inisiasi yang kompleks serta fungsi-funsi sosial yang luas , (iii) pola perkampungan yang menyebar luas , dan (iv) rumah-rumah berbentuk sarang lebah .
13. Daerah kebudayaan bantu timur . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat yang bertani secara intensif dan irigrasi . Tanaman pokoknya adalah gandum sudan (pada beberapa suku bangsa di tanganyika tanaman pokoknya adalah padi dan tanaman-tanaman Asia tenggara lainnya), dam di samping itu di tanam pulai berbagai khas tanaman Ethiopia . Matapencaharian tambahan yang penting adalah beternak sapi , yang di ambil susunya untuk di buat mentega dan keju . Ciri-ciri mencolok dari daerah kebudayaan ini adalah (i) mas kawin yang di bayar dengan ternak , (ii) sistem tingkat-tingkat umur dengan upacara inisiasi . Daerah Bantu timur sudah di datangi oleh suku-suku bangsa Nilote (seperti Kipsigi , Samburu , dan Masai) dari daerah Hulu Selatan Sungai Nil , sejak lebih dari satu abad yang lalu .
14. Daerah Bantu Tengah . Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang sebagian besar bermasyarakat rumpun , yang merupakan peladang berpindah , baik di daerah hutan rimba atau Sabana ,. Tanaman pokoknya adalah jagung , kacang-kacangan dan singkong (tanaman Amerika) , dan ada juga yang menanam gandum sudan sebagai tanaman tambahan , pertenakan hampir tidak ada . Kebudayaan rakyat di desa berorientasi kepada negara-negara pribumi yang banyak terdapat di daerah ini , yaitu misalnya Bakongo , Chokwe , Kimbudu , Bemba , dan lain-lain . Pola perkampungan di daerah kebudayaan ini tidak sama bagi semua suku bangsa . Ada yang letak rumuhnya saling berjauhan , ada yang sangat padat . Ada suku-sku bangsa yang membangun rumah-rumah gaya Sudan , dan terutama suku-suku bangsa di bagian barat , membangun rumah berbentuk sarang lebah .
15. Daerah kebudayaan Bantu Barat Daya . Daerah kebudayaan ini meliputi daerah kebudayaan-kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup dari peladangan berpindah , tanpa irigrasi maupun bajak . Tanaman pokoknya adalah gandum Sudan , tetapi tanaman Asia tenggara terdapat . Matapencaharian hidup lain yang sama pentingnya adalah peternak sapi . Susu sapi di buat mentega dan keju . Berbeda dengan daerah-daerah peternakan di Afrika timur , wanita juga dapat memeras susu , dan bagian selatan daerah kebudayaan ini pekerjaan ini malahan secara khusus di lakukan oleh wanita . Makin kearah selatan , peternakan makin penting dan di bagian paling selatan yang di huni oleh suku bangsa herero , peternakan merupakan satu-satunya matapencaharian hidupnya .
Suatu ciri mencolok adalah adanya sepasang sapi dengan anak-anaknya yang di anggap keramat yang di wariskan melalui garis keturunan pria , pemeliharaan sapi keramat di lakukan dengan berbagai upacara desa-desa di daerah kebudayaan ini sangat padat , dan rumah-rumah di desa di bangun dalam lingkaran-lingkaran konsentris yang berlapis-lapis , menelilingi suatu lapangan , tempat melakukan upacara , gaya rumahnya berbentuk silinder , melingkar atau bujur sangkar . Dindingnya rendah , namun atapnya yang berbentuk kerucut sangat tinggi (berbeda dengan rumah gaya sudan yang dindingnya lebih tinggi , tetapi atabnya rendah)
16. Daerah kebudayaan Bantu Tenggara . Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang di bagian utara , bermasyarakat rumpun tetapi di bagian selatan (yakni di Natal dan Basutoland) , suku-suku bangsanya adalah masyarakat petani , pedesaan yang berorientasi kepada kebudayaan kerajaan-kerajaan perternak , seperti kerajaan Zulu , Lovedu , dan Bavenda . Pada beberapa suku bangsa peternak itu rakyat di bawah mengembara oleh rajanya untuk menyerang suku-suku bangsa lain , perjalan yang di tempu ada kalanya sangat jauh . Contohnya adalah suku bangsa Ngoni , yang sejak kurang lebih tahun 1820 mengembara dari Natal ke arah Utara , melalui danau Nyasa dan Tanganyika , dan hampir mendekati danau Victoria , lalu kembali ke arah selatan , dan sekarang menetaqp di daerah sebelah barat danau Nyasa , di daerah Malawi .
matapencaharian hidup suku-suku bangsa di utara terutama bertani secara menetap tanpa irigrasi , tanaman pokoknya adalah jagung ( gandum sudan mulai jarang di daerah ini , dan tanaman Asia tenggara sudah tidak ada). Peternakan yang di bagian utara merupakan matapencaharian tambahan , makin ke arah selatan menjadi makin penting . Selain untuk di ambil susunya , hewan yang merupakan investasi kekayaan , juga menambah ,gengsi pemiliknya , rumah-rumah di desa-desa di bangun sekeliling suatu lapangan tempat semua ternak dikandang apabila sedang tidak digembalakan . Bentuk rumah dii daerah kebudayaan ini sama seperti pada suku-suku bangsa di daerah kebudayaan Bantu Barat-daya .
17. Daerah Kebudayaan Choisan. Daerah kebudayaan ini meliputi kebudayaan suku-suku bangsa pemburu dan peramu yang hidup mengembara, yang disebut Bushmen. Beberapa suku bangsa lain hidup dari peternakan (yaitu suku-suku bangsa Hottentot). Ciri-ciri ras suku-suku bangsa di daerah kebudayaan ini jauh berbeda dari ketiga ras yang ada (yaitu Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid), dan karena itu para ahli antropologi fisik mengelompokkan mereka menjadi suatu ras yang khusus, yaitu ras Bushmen. Ras Bushmen ini agaknya merupakan sisa-sisa manunia yang berpuluh ribu tahun yang lalu tersebar luas di seluruh Afrika Timur hingga perbatasan daerah Tanduk Afrika. Oleh para ahli prasejarah mereka di hubungkan dengan suatu gaya kebudayaan Paleolitik hang dinamalan “gaya Stillbay
18. Daerah Kebudayaan Madagadastar. Daerah kebudayaan ini melputi kebudayaan suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun, yang di daerah pantai timur hidup sebagai peladang yang tidak mengenal irigasi dan bajak. Mereka menghuni lereng-lereng timur dari deret Pengunungan Tengah, dan menanam padi sebagai tanaman pokoknya. Suku-suku bangsa yang mendiami tanah renadah sebelah barat hidup dari peternakan, dan di samping itu sedikit bercococktanam. Pendududuk Madagastar pada dasarnya memiliki ciri-ciri ras Mongoloid Melayu (seperti penduduk Asianesia, yakni penduduk di kepulauan di Asia, seperti Indonesia), yang paling jelas tampak pada penduduk dataran tinggi bagian tengah. Kecuali itu penduduk Madagadastar juga memiliki banyak ciri fisik Negroid (terutama di daerah pantai), dan unsur-unsur Kaukasoid (yaitu Arab dan Eropa Mediterania), yang paling jelas tampak di bagian tenggara. Bahasa suku-suku bangsa di Madagadastar dapat di katakan seragam, dan terdiri dari logat-logat serta variasi-variasi bahasa Malagasi. Bahasa ini termasuk keluarga bahasa-bahasa Austronesia, tetapi secara leksikografi terdiri dari istilah-istilah Bantu dan Arab. Di sebelah barat-laut bahasa yang utama adalah bahasa Swahili, sedang di bagian tenggara yang terpenting adalah bahasa Arab.

7. DAERAH-DAERAH KEBUDAYAAN DI ASIA
Pembagian atas Benua Asia kedalam daerah-daerah kebudayaan yang dilakukan oleh A.L Kroeber, sebenarnya masih sangat kasar, dan lebih banyak dibuat berdasarkan pemikirannya sendiri daripada berdasarkan analisa dan perbandingan unsur-unsur kebudayaan yang mendalam. Pada hakikatnya, suatu benua besar macam Asia terlalu luas untuk dapat dibagi kedalam daerah-daerah kebudayaan, karena di versitas ciri-cirinya terlalu besar. Karena itu sebaiknya seluruh Benua Asia di bagi ke dalam bagian-bagian khusus, seperti Asia Barat-daya, Siberia, Asia Selatan, dan sebagainya
Dalam sub-sub ini, dengan beberapa perubahan kawasan Asia dibagi menurut pembagian Kroeber ke dalam 7 bagian, yaitu: (1) daerah kebudayaan Asia Tenggara, (2) daerah kebudayaan Asia Selatan, (3) daerah kebudayaan Asia Barat-daya, (4) daerah kebudayaan Cina, (5) daerah kebudayaan stepa Asia Tenggara, (6) daerah kebudayaan Siberia, dan (7) daerah kebudayaan Asia Timur-laut (lihat Peta 6).
Tiap daerah kebudayaan tersebut di atasdigambarkan pada peta, yang mencantumkan lokasi suku bangsa yang terpenting. Peta suku bangsa di Asia Tenggara (Filipina dan Indonesia, termasuk Irian Jaya) tercantum pada lampiran di akhir Jilid I ini.
8. SUKU-SUKU BANGSA DI INDONESIA
Selain memilih suatu kejuruan dari sub-ilmu dari antropologi (paleontropologi), antropologi fisik, etnologi, antropologi sosial, dan lain-lain, para ahli antropologi biasanya juga memilih suatu daerah tertentu, sehingga ia menjadi ahli Asia Barat-daya, ahli Amerika utara, ahli Amerika Latin, ahli Oseania, ahli Asia Tenggara, dan lain-lain.
Seorang ahli Asia Tenggara,misalnya dianggap mengetahui segala seluk-beluk kehidupan masyarakat dan kebudayaan dari semua suku bangsa yang ada di Myanmar, Muangthai, Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysa, Indonesia, dan Filipina, dan perna melakukan penelitian yang mendalam pada sedikitnya dua suku bangsa (sedapat mungkin satu di antaranya di bagian benua, dan satu lagi di bagian kepulauan).
Seorang ahli antropologi Indonesia tentu tidk mungkin memenuhi semua syarat itu. Ia terutama wajib mengenal berbagai bentuk masyarakat dan kebudayan di wilayah Indonesia sendiri (termasuk Irian Jaya) dalam pembagian keturunan, antropologi secara konvensional menelompokkan Irian Jaya dan Papua Niuginibersama dengan penduduk Melanesia, yang di pelajari secara mendalam oleh para ahli antropologi dengan kejuruan Melanesia atau Oseania. Selain memusatkan perahatiaannya pada wiliayah Indonesia, seorang ahli antropologi indonesia juga wajib mengetahui cukup banyak mengenai berbagai masyarakat dan kebudayaan negara tetangga, seperti malaysia, Brunei, Filipina, Papua Niuginu, dan negara-negara di Asia Tenggara umumnya.
Pada umumnya, penggolongan berbagai suku bangsa Indonesia didasarkan pada sistem lingkaran hukum adat yang dibuat oleh Van Vollenhoven. Pada peta 7 Indonesia dibagi ke dalam 19 daerah sebagai berikut:
 1. Aceh                                       9. Gorontalo
2.   Gayo-Alas dan Batak                     10. Toraja
2a. Nias dan Batu                       11. Sulawesi Selatan
3.   Minangkabau                                    12. Ternate
3a. Mentawi                                13. Ambon Maluku
4.   Sumatra Selatan                    13a. Kepulauan Barat-Jaya
4a. Enggano                                 14. Irian
5. Melayu                                    15. Timor
6. Bangka dan Biliton                16. Bali dan Lombok
7.  Kalimantam                           17. Jawa Tengah dan jawa Timur
8. Minahasa                                 18. Surakarta dan Yogyakarta
8a. Sangir-Talaud                       19. Jawa Barat
Lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berpedoman pada peta bahasa J. Esser, terutama untuk daerah daerah Kalimantan, Sulawesi, belum sepenuhnya dapat di andalkan.
9.  RAS, BAHASA, DAN KEBUDAYAAN
Sejumlah manusia dengan ciri-ciri ras yang sama belum tentu mempunyai bahasa induk yang tergolong satu keluarga bahasa, apalagi termasuk dalam satu daerah kebudayaan. Orang Thai, orang Khmer, danorang Sunda, misalnya, semua memiliki ciri-ciri ras Paleo-Mongoloid, tetapi berbeda-beda bahasa. Bahasa thai termasuk keluarga bahasa Sino-Tibetan, bahasa khmer termasuk keluarga bahasa Austro-Asia, dan bahasa sunda termasuk keluarga bahasaAustronesi. Demikian pula kebudayaan ketika suku bangsa itu saling berbeda. Kebudayaan Thai da Khmer banyak dipengaruhi oleh agama Budha Theravada, tetapi kebudayaan Sunda dipengaruhi oleh agama Islam.
Sebaliknya, perbedaan ras ada berbagai suku bangsa tidak menghindari kemungkinan penggunaaan bahasa yang walaupun mungkin berbeda-beda, berasal dari keluarga bahasa yang samabahasa orang Huwa, yaitu penduduk daerah pengunungan di Mangadastar, yang memiliki ciri-ciri ras Negroid yang tercampur dengan beberapa ciri ras Kaukasoid Arab, tergolong induk bahasa yang sama dengan bahasa Jawa maupun bahasa Bgu (salah satu bahasa di Irian Jaya), yaitu keluarga bahasa Austronesia. Kebudyaan kebudayaan Huwa yang di klasifikasikan ke dalam daerah kebudayaan Madagastar, di zaman yang lampau banyak di pengaruhi oleh kebudayaan Imerina. Kebudayaan orang Huwa adalah kebudayaan agraris, dan riliginya yang asli telah mendapat pengaruh agama Katolok.
Kebudayaan Jawa juga merupakan kebudayaan agraris. Masyarakat Jawa sebagian besar hidup di daerah pedesaan yang sejak abad ke-9 secara bergantian dikuasai oleh sejumlah kerajaan kuno yang manganut agama Hindu dan Budha Mahayana, dan kemudian mendapat pengaruh agama Islam. Para ahli menggolongkan kebudayaan Jawa jedalam lingkaran hukum adat Jawa-Madura. Orang Bgu adalah peramu sagu yang tinggal dalam desa-desa kecil sepanjang lembah sugai dekat rawa-rawa serta hutan-hutan sagu. Sistem religi penduduk asli kini sudah banyak di pengaruhi oleh agama Kristen yang diajarkan oleh para pendeta Belanda.
di zaman sekarang tampak suatu perkkembangan baru, yaitu bahwa sejumlah orang yang memiliki ciri-ciri ras yang berbeda-beda, menganut kebudayaan yang sama. Hal ini banyak terjadi di negara-negara besar sekarang. Warga negara Amerika Serikat yang berasal dari berbagai ras, yaitu ras Kaukasoid (penduduk yang berasal dari Eropa), ras Negroid (penduduk berkulit hitam), ras Mongoloid Amerika (orang Indian), dan ras Mongoloid (penduduk Amerika keturunan Cina, Jepang, dan lain-lain, semuanya kini mempunyai kebudayaan yang sama. Demikian juga halnya dengan berbagai negara di Eropa.
Dari contoh-contoh di atas bahwa berbagai ras yang ada di dunia (lihat peta 8) telah mencapai kematangan sejak beberapa ratusan ribu tahun yang lalu. Kemantapan proses percabangan dan penyebaran keluarga-keluarga bahasa Asia, Eropa, Afrika, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan (lihat peta 9, 10, 11, dan 12) baru berlangsung sesudahnya, yang disusul dengan pembentukan serta penyebaran beragam kebudayaan, yaitu pada akhir zaman prasejarah dan sesudahnya, sampai sekitar 3.000-4.000 taha yang lalu.
Perkembangan komunikasi yang makin meluas sekarang ini menyebabkan bahwa pembauran antara berbagai ras, bahasa, dan kebudayaan berlangsung makin intensif. Walaupun demikian, untuk kepentingan analisa antropologi, kita perlu mengetahui pola penyebaran yang perna terjadi. Pola penyabaran dari berbagai kebudayaan di muka bumi ini dapat dianalisa dengan menggunakan peta-peta daerah kebudayaan terurai di atas sebagai pedoman.


10. BACAAN  UNTUK MEMPERDALAM PENGERTIAN
Atlas (1938) Atlas Van Tropisch. Amsterdam: Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap.
Bernatzik, H. (editor) (1930) Die Grosse Voelkerkunder. Leipzig.
Cooper, J.M (1925) “A Preliminary And Culture Areas In Southen South America”, dalam: congress International Des Americanists,XXI:hlm. 406-421.
Herskovits, M.J. (1969) “A Preliminary Consideration Of The Cultuter Areas Of Africa”. Dalam: American Anthropology, XXVI: hlm. 50-63.
Koentjaraningrat [1969] Atlas Etnografi sedunia jakarta:Dian rakyat
----[1970]keseragaman dan aneka warna masyrakat irian barat.jakarta,seri monografi LIPI NO.1/4.
Kroebet, A.L (1947) “Culture Groupings In Asia”, dalam : southwestren journal of Anthropology”, III : Hlm. 322-330.
----(1931) “The Culture Area Concept of clark wissler”, Dalam :  Methods in science. Redaksi S.A. Rice Chicago : University of chicago press. Hlm 248-265.
Lebar, F.M. (editor) (1972) Ethnics Groups of insular southeast Asia. New Haven : Human Relations Area files. Jilid I : Indonesia, Andaman islands, madagasacar; jilid II: Philippines.
Mandelbaum, D.G. (1955) “ The study of complex civilizations”, dalam yearbook of Anthropology. Redaksi W.L thomas . chicago: wenner –Gren foundation for antropological research . Hlm 203-225
Murdock, G.P (1948) Antrhopology in micronesia. New york, transaction of the new york academy of science, series 2, II, I : Hlm 9-16.
---- (1951) Outline of south american cultural. New haven : human relations area files.
----(1959) Afrika : its peoples and their cultural history, new york: McGraw Hill Company
---(1975) “world ethnographic sample”, dalam :  american antrhopology, LIX : Hlm 666-687.
Spencer, R.F (1956) “an ethno-atlas (a student’s manual of tribal linguistic and racial groups). Dubuque, W,M,C
Schmidt, W. (1926) Die sprachfamilien und sprachen kreise der erde. Heidelberg.
Steward, J.H., dan L.C. faron (1956) native peoples of south america. New york, toronto, london: McGraw Hill.
Tolstov, S.P. (Editor) (1954-57) narody mira. Izdatel’svto. Akademii naulu SSSR. Jilid I-VIII.
Ter haar, B (1948) adat law in indonesia. New york institute of pacific relations.

Vayda, A.P. (1968) peoples and cultures of the pacific; an anthropological reader.  New york: the natural history oress

Tidak ada komentar:

Posting Komentar