Rabu, 20 Januari 2016

muhammadiyah sbg gerakan ekonomi

2.1. Pengertian Ekonomi
            Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Ilmu yang mempelajari ekonomi disebut sebagai ilmu ekonomi.
2.2. Ekonomi Liberal
            Ekonomi liberal adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi klasik tersebut mempunyai kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami" yang dipahami oleh sementara tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik. Meskipun demikian, Smith tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan konsep kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
2.3. Ekonomi Islam
            Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan: “Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.” Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu?
            Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun.
            Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury (1998), menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.

2.4. Gerakan ekonomi Muhammadiyah
Sejak didirikan 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah juga bergerak di bidang sosial ekonomi, khususnya untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat luas terutama lapisan menengah dan bawah. Wawasan keislaman yang menjadi dasar pembaruan pemaknaan terhadap surah Al-Maa’un yang dipadu dengan wawasan keindonesiaan serta Pan Islamisme yang komprehensif mampu melakukan koreksi strategis dan terobosan baru di zamannya.
Muhammadiyah menjadi gerakan Islam modern dengan wawasan mondial tanpa meninggalkan ciri khas kearifan lokal (local wisdom) khas Islam Indonesia. Keberpihakan gerakan menjadi sangat kental terutama melalui amal usaha di bidang pendidikan dan kesehatan pada upaya mengentaskan kaum dhuafa. Muhammadiyah menonjol dalam proyek-proyek dan agenda-agenda sosial kemasyarakatan. Kemampuan ini tidak terlepas dari kemandirian ekonomi pada saat itu yang konon merupakan barisan juragan-juragan dan entrepreneurwarga Muhammadiyah.
Jika ditelusuri ke belakang, secara organisatoris kiprah Muhammadiyah secara langsung dalam bidang ekonomi tidak terlalu menonjol. Kesadaran ini sebenarnya sudah muncul sejak Muktamar Muhammadiyah ke 42 di Yogyakarta Deember 1990. Upaya untuk merumuskan arah gerakan dan kiprah praktik di bidang ekonomi terus menguat sampai dengan Muktamar Muhammadiyah ke 45 di Malang. Realitasnya kiprah langsung secara organisatoris di bidang ekonomi bisnis terutama upaya untuk melakukan praktik bisnis dengan membangun jaringan usaha yang bersifat top down banyak mengalami kegagalan.
Namun demikian masih kerap tersirat kebanggaan bahwa cikal bakal basis masa gerakan Muhammadiyah adalah kaum pedagang di perkotaan dan pesisir yang kental dengan semangat kewirausahaanya. Merosotnya peran kelas menengah pedagang dan pengusaha di kalangan warga persyarikatan dalam kancah ekonomi nasional terjadi seiring gerus perubahan zaman. Dampak yang dirasakan adalah merosotnya tulang punggung gerakan yang mampu menjadi donasi bagi persyarikatan dalam kiprahnya menghadapi perubahan lingkungan global dan nasional yang semakin kompetitif dan dinamis.
Hal ini mengisyaratkan bahwa gerak langkah Muhammadiyah ke depan perlu untuk memikirkan dan mengakomodasi agar gerakan ekonomi menjadi nafas baru dari tajdid peradaban utama. Sebagai ujung tombak pemikiran-pemikiran ke-Muhammadiyahan, Fakultas Ekonomi PTM dituntut untuk memberikan konstribusi dalam rekonstruksi pemikiran gerakan ekonomi Muhammadiyah ini. Tajdid gerakan ekonomi dibutuhkan untuk dapat menghasilkan kesadaran kolektif yang lebih peka terhadap perubahan lingkungan ekonomi dan sosial moderen sehingga mampu memberikan memecahkan persoalan-persoalan ketertinggalan ekonomi yang dihadapi umat dan bangsa.

Pada dasarnya, Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah akan membina ekonomi umat melalui tiga jalur :
1. Mengembangkan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang mempresentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah.
2. Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah.
3. Memberdayakan anggota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah.[8]
Dalam pengembangan ekonomi, Muhammadiyah sebenarnya tidak berangkat dari nol. Muhammadiyah telah memiliki aset atau sumber daya yang bisa dijadikan modal. Aset pertama adalah sumber daya manusia, yaitu anggota Muhammadiyah itu sendiri, baik sebagai produsen, konsumen maupun distributor. Aset kedua adalah kelembagaan amal usaha yang telah didirikan, yaitu berupa sekolah, universitas, lembaga latihan, rumah sakit, dan lain-lain. Aset ketiga adalah Struktur Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta, telah diputuskan suatu mandat tentang Perekonomian dan Kewiraswastaan.



 Terdapat 7 butir program persyarikatan yang perlu direalisasikan oleh Majelis Ekonomi[9], yaitu :
1. Mewujudkan sitem JAMIAH (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah ) sebagai revitalisasi gerakan dakwah secara menyeluruh. Untuk itu ditetapkan :
a. Buku Paradigma Baru Muhammadiyah, Revitalisasi gerakan dengan sistem JAMIAH sebagai acuan program lebih lanjut.
b. Program KATAM[10] ditetapkan sebagai program dasar perwujudan sistem JAMIAH.
c. Membangun infrastruktur pendukung JAMIAH melalui antara lain infrastruktur komunikasi dan infrastruktur distribusi (program MARKAZ[11]).
2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman, seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, etika profesi dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia ekonomi.
3. Melancarkan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, meliputi pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi, pembentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan bank syariah Muhammadiyah, pengembangan kewirauahaan dan usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang benar-benar kongkrit dan produktif, seperti KATAM, BMT, LKM dan lain-lain.
4. Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang dapat mendukung pengembangan program-program ekonomi.
5. Menggalang kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan Muhammadiyah.
6. Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot project pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri maupun kerja sama dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.
7. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan ekonomi bisnis dan kewiraswastaan di bawah majelis Ekonomi dan memberlakukan Majelis Ekonomi sebagai satu-satunya yang memutuskan kebijakan di bidang ekonomi.

Dalam Muktamar ke-44 itu pula dirumuskan visi dan misi pengembangan ekonomi Muhammadiyah.[12] Visinya dirumuskan sebagai "Terbentuknya kekuatan ekonomi Muhammadiyah yang tangguh, berkualitas, adil, dan berkemakmuran berdasarkan ajaran Islam.” Sedangkan misi pengembangan ekonomi Muhammadiyah adalah "Amar ma'ruf nahi munkar di bidang ekonomi”, yang terwujud dalam upaya :
1. Menciptakan kehidupan perekonomian yang Islami
2. Memperbaiki dan memberdayakan masyarakat secara partisipatif guna meningkatkan kualitas dan daya saing perekonomian warga Muhammadiyah, ummat Islam, dan rakyat Indonesia pada umumnya.
3. Meningkatkan kemampuan dan memperkuat kelembagaan warga dan badan-badan amal usaha persyarikatan dalam :
a. Pemupukan dana dan pembiayaan kegiatan ekonomi.
b. Pemasaran produk dan masukan produksi kegiatan ekonomi
c. Jaringan antar pelaku institusi dan perorangan di segala bidang kegiatan ekonomi.
d. Pemanfaatan teknologi maju untuk pengembangan kegiatan ekonomi warga dan badan-badan amal usaha.
e. Peningkatan kewirausahaan dan manajemen modern dari sebagian besar warga dan badan-badan amal usaha persyarikatan.
4. Melaksanakan advokasi kebijakan ekonomi yang berpihak pada kehidupan ekonomi kerakyatan yang Islami.

Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Muhammadiyah
Gerakan pemberdayaan ekonomi Muhammadiyah memberikan imbas pada masalah teologi.[17] Secara etimologi, teologi berarti Tuhan (theos) dan makna  (logos). HM. Mastum berpendapat bahwa "teologi adalah kajian yang ingin memahami antara Tuhan dengan manusia dan alam.”[18] Jadi jelas bahwa antara Tuhan, manusia, dan alam adalah satu kesatuan konsepsi teologis. Untuk itu perlu adanya rumusan sekitar ruang lingkup teologi agar tidak terjebak pada dinding keterbatasan teologi dan untuk menjawab bahwa tidak ada kesenjangan antara teologi dengan masalah sosial ekonomi. Dalam hal ini, Muhammadiyah telah merumuskan masalah ekonomi menjadi salah satu dari beberapa misi dakwahnya.
Sebagai organisasi dakwah, pendidikan, dan sosial, Muhammadiyah mendasarkan diri pada surat al- Ma'un. Pada pokoknya, isi surat al- Ma'un tersebut menggugah tanggung jawab sosial keagamaan kalangan ekonomi atas agar menyisihkan sebagian kekayaan atau pendapatannya untuk diberikan kepada yang berhak, terutama kaum miskin.[19] Dalam perkembangan dan kondisi masyarakat yang sudah berubah, peranan Muhammadiyah sebagai organisasi tidak hanya sebagai pembangkit tanggung jawab sosial ekonomi, namun juga harus dapat melakukan pemberdayaan, antara lain dengan mengembangkan Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Kepada lapisan bawah, Muhammadiyah dihadapkan kepada tantangan untuk membangun etos kerja yang sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya, yang tentunya etos kerja yang berlandaskan Islam.[20]
Muhammadiyah juga harus memilki kepedulian terhadap etika bisnis. Kegiatan bisnis sangat membantu usaha-usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pada pokoknya, kegiatan bisnis meliputi perdagangan, pembelanjaan, dan pemberian informasi.[21] Kegiatan bisnis bagi Muhammadiyah merupakan bagian yang amat penting untuk memperlancar gerakan Muhammadiyah mencapai tujuannya. Di samping itu, gerakan ekonomi Muhammadiyah akan berdampak pada pemberdayaan ekonomi warganya, dengan upaya menciptakan lapangan kerja dan mengatasi problem pengangguran yang semakin besar. Kegiatan amal usaha Muhammadiyah yang paling menonjol adalah di bidang pendidikan dan kesehatan yang pada dasarnya telah berkembang menjadi pusat bisnis, karena dalam pengembangan badan amal usaha itu terjadi transaksi jual beli barang dan jasa yang diperlukan oleh badan amal usaha tersebut. Oleh sebab itu, Muhammadiyah perlu memikirkan secara profesional gerakan ekonominya sehingga menjadi pusat gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat.[22]

Setidaknya ada tiga pendekatan yang dapat ditempuh oleh Muhammadiyah dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat.[23] Pertama, pendekatan struktural yang bertujuan mempengaruhi kebijaksanaan publik agar terbuka akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi. Kedua, pendekatan fungsional dengan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan mengalokasikan secara efisien dan produktif sumber daya yang dapat dihimpun. Ketiga, pendekatan kultural dengan mengembangkan nilai yang memperkuat etos kerja dan etika bisnis.
Di samping itu, ada beberapa bidang kegiatan usaha yang perlu menjadi focus perhatian gerakan ekonomi Muhammadiyah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, antara lain:[24]
1.  Lembaga Keuangan
Uang yang dapat berputar di antara badan amal usaha Muhammadiyah ini tentulah sudah amat besar. Sebagai indikatornya, antara lain adalah pengadaan obat untuk Rumah sakit milik Muhammadiyah di Jakarta, demikian pula pemasukan uang SPP salah satu Universitas Muhammadiyah. Di mana lembaga keuangan ini diharapkan bisa mengambil bentuk perbankan pada umumnya atau lembaga keuangan lebih khusus untuk keperluan internal dan pembiayaan serta pengembangan usaha.
2.  Industri
Sektor industri yang perlu segera dikembangkan adalah industri yang menunjang pengadaan barang atau perlengkapan yang diperlukan secara rutin oleh badan amal usaha Muhammadiyah, seperti industri obat-obatan, industri kertas, dan lain-lain.
3.  Trading
Usaha trading ini dapat dilakukan dalam skala yang besar, di mana basis penunjangnya sudah ada pada unit-unit usaha kecil, kemudian dikelola secara modern menggunakan teknologi canggih. Trading ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak.

·         Model Pemberdayaan Ekonomi Muhammadiyah
Muhammadiyah dalam pemberdayaan ekonominya, memiliki sejumlah paket program aksi pemberdayaan di antaranya sebagai berikut: [25]
1. Membangun sentra kemandirian ekonomi umat di tingkat Ranting dan cabang
Yaitu dengan cara memberdayakan jama’ah yang ada pada tingkat ranting Muhammadiyah menjadi kelompok swadaya masyarakat yang disebut sebagai Jama’ah Swadaya Muhammadiyah (JSM) yang terdiri dari 10-25 anggota yang merupakan kerjasama warga Muhammadiyah dalam menetapkan konsep tolong-menolong (ta'awun) di bidang ekonomi dengan membentuk kelompok usaha bersama, kelompok koperasi atau kelompok konsumen.
Pada tingkat cabang, Jama’ah Swadaya Muhammadiyah yang telah ditumbuhkan, diorganisasikan untuk membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sebagai wadah kerjasama Muhammadiyah dalam memecahkan masalah permodalan dan pembiayaan pada potensi swadaya yang mereka miliki. LKM yang dimaksud dapat membentuk Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan Koperasi Simpan Pinjam.
Selain membentuk LKM di tingkat cabang, JSM secara bersama juga didorong untuk mendirikan suatu Usaha Unggulan Jama’ah (UUJ) sebagai kegiatan usaha bersama pada sektor riil dalam bidang produksi atau distribusi dengan mengutamakan peningkatan pengelolaan sumber daya lokal untuk memanfaatkan peluang yang terbuka. Wujud dari UUJ dapat berupa Perseroan Terbatas, CV, dan lainnya.

2. Mengembangkan organisasi sekunder dan badan-badan usaha pendukung tingkat daerah dan wilayah.[26]
Untuk memperkuat amal usaha di bidang ekonomi pada tingkat ranting dan cabang, maka pada tingkat daerah dan wilayah ditumbuhkan dan dikembangkan badan-badan usaha sekunder yang dapat berwujud organisasi sekunder koperasi, Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) dan Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).

3. Mengembangkan infrastruktur ekonomi, lembaga, dan instrumen pendukung di tingkat pusat.
Majelis ekonomi di tingkat pusat bertugas menumbuhkan infrastruktur ekonomi Muhammadiyah dalam rangka mendukung berbagai kegiatan usaha ekonomi yang dilancarkan sejak dari tingkat ranting sampai tingkat wilayah. Infrastruktur ekonomi Muhammadiyah pertama yang sudah dibangun adalah mendirikan sebuah Badan Usaha Milik Muhammadiyah sebagai holding company, yang dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mendukung Usaha Unggulan Jama’ah. Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang dimaksud adalah PT. Solar Global Internasional, salah satu kegiatan usaha yang tengah dirintis oleh PT. SGI adalah mendirikan pusat distribusi untuk kemudian mengajak warga Muhammadiyah mendirikan usaha unggulan jama’ah berupa outlet dan grosir yang diberi nama MARKAZ.
Infrastruktur ekonomi kedua yang saat ini sedang dibangun yaitu sistem JAMIAH (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah) yang antara lain dilaksanakan dengan mempersiapkan teknologi informasi dengan menggunakan jaringan internet. Melalui IT JAMIAH yang diharapkan mulai terwujud, berbagai amal usaha akan dapat dirangkai menjadi satu jaringan kerja sama (network) di bidang ekonomi dan pada bidang-bidang lainnya yang akan dikembangkan secara bertahap. Infrastruktur ekonomi ketiga yang sudah diciptakan dan telah diluncurkan adalah KATAM (Kartu Tabungan Muslim) yang dirancang untuk sekaligus menjadi pengganti Kartu Anggota Muhammadiyah. KATAM disiapkan secara khusus untuk warga dan simpatisan Muhammadiyah dengan sejumlah manfaat tambahan antara lain sebagai kartu asuransi kesehatan dan kecelakaan. KATAM juga menjadi instrumen untuk menghimpun dana bagi persyarikatan guna mewujudkan kemandirian secara finansial dan mampu meningkatkan amal usahanya di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Selanjutnya, untuk mendukung program pemberdayaan ekonomi masyarakat secara luas, diperlukan adanya lembaga yang berfungsi menyelenggarakan pelatihan dan pendampingan kepada LKM, UUJ serta warga masyarakat selaku pengusaha kecil secara profesional. Untuk tujuan tersebut, Majelis PP. Muhammadiyah membentuk suatu lembaga pengembangan usaha kecil dan kewirausahaan yang diberi nama Pusat Pengembangan Pengusaha Kecil dan Kewirausahaan Muhammadiyah (P3K2M) yang mekanismenya berdasarkan atas kemandirian, baik dalam pengelolaan kegiatan maupun pencarian dana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar